REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan menggelar buka puasa bersama (bukber) di 223 RW. Kegiatan tersebut diperkirakan memerlukan dana sekitar Rp 35 miliar dan tidak menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno mengungkapkan bahwa pemprov menggaet Dompet Dhuafa (DD) dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebagai lembaga yang membantu menggalang dana untuk kegiatan tersebut. Oleh sebab itu, ia meminta tak ada salah persepsi dari masyarakat bahwa dana yang dianggarkan berasal dari APBD.
"Jangan disalahartikan (dengan anggaran APBD). Public private partnership (kemitraan pemerintah swasta) menggalang Dompet Dhuada dan ACT sebagai mitra dan itu adalah kemitraan yang kita harapkan bahwa kegiatan itu dalam bentuk gerakan," kata Sandi di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta Pusat, Kamis (17/5).
Menurut Sandi, kegiatan tersebut dilakukan dalam bentuk gerakan. Sehingga, tidak hanya pemerintah, tetapi juga melibatkan masyarakat yang ingin ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
"Kenapa OK OCE sekarang sampai 36 ribu lebih, karena itu sistemnya gerakan dan bukan hanya pemprov, tapi semua lapisan masyarakat juga bisa ikut terlibat," ujarnya.
Untuk itu, diperlukan sosialisasi kepada masyarakat, bagi siapa saja yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Pemprov juga mempersilakan siapa saja untuk berpartisipasi dalam menyumbangkan dana untuk kegiatan tersebut.
"Ini yang memang kita perlu sosialisasikan juga dan dari 223 RW yang prasejahtera itu sangat berterima kasih karena ada kehadiran pemerintah di situ, ada kehadiran masyarakat, ada kehadiran dunia usaha, juga ada kehadiran penggerak-penggerak masyarakat," ujarnya.
Gubernur DKI Anies Rasyid Baswedan mengungkapkan, kegiatan buka bersama didasari karena masih banyaknya masyarakat yang kesejahteraannya masih timpang dengan wajah Ibu Kota seharusnya. Menurut dia, salah satu masalah terbesar di Jakarta adalah ketimpangan, mulai dari kaya dan miskin, terdidik dan belum terdidik, hingga yang bekerja dan yang penganggur.
Sehingga, dalam konteks tersebut, penuhnya restoran-restoran yang sudah dipesan satu bulan untuk berbuka puasa berbanding terbalik dengan kampung-kampung yang lengang karena buka puasa yang terbatas.
"Jadi, ketimpangan itu ada restoran yang full booked 30 hari dan ada masyarakat yang kekurangan untuk bisa berbuka puasa. Itu juga ketimpangan," kata Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (15/5).