Rabu 16 May 2018 19:52 WIB

Pemilu Malaysia Jadi Pelajaran untuk Pemilu Indonesia

Sistem pemilu di Indonesia dinilai jauh lebih baik.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Penulis Buku Harun Husein (kanan) menyampikan pandanganya dalam diskusi di Jakarta, Rabu (16/5).
Foto: Republika/Prayogi
Penulis Buku Harun Husein (kanan) menyampikan pandanganya dalam diskusi di Jakarta, Rabu (16/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kemenangan Mahathir Mohammad dalam pemilu Malaysia dinilai patut dijadikan pelajaran bagi Indonesia yang akan segera menggelar pemilu 2019. Beberapa diantaranya kuatnya gerakan generasi muda dan minimnya politik identitas dalam pemilu Malaysia.

Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Alfitra Salam mengungkap gerakan pemilih muda Malaysia kuat dalam pemilu yang menandai tumbangnya era Tun Najib Razak.

"Partisipasi masyarakat 85 persen dibandingkan kita 74 persen. Itu gerakan anak-anak muda yang butuh perubahan, kunci utama itu merebut generasi muda," ujar Alfitra dalam diskusi di Lobby Gedung Bawaslu dan DKPP, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (16/5).

Menurut Alfitra, keinginan perubahan generasi muda itu yang digunakan tim Mahathir untuk meraih suara pemilih. Dalam kampanyenya, Mahathir bahkan menjanjikan kebijakan yang memang diperuntukkan untuk gaet pemilih muda.

Karena itu ia menilai, strategi menggaet pemilih muda juga pemula menjadi pelajaran penting untuk diperhatikan dalam Pemilu 2019 mendatang. "Karena ini terkait kehidupannya.  saya kira dampak ekonomi langsung ke generasi muda, itu kenapa Mahathir menang," kata Alfitra.

Ia melanjutkan, pelajaran dari pemilu Malaysia yakni minimnya politik identitas pada pemilu kemarin jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Padahal kata Alfitra, Malaysia yang terdiri dari etnis Melayu, Cina, India itu terkenal rasial.

"Dalam pemilu sebelumnya isu paling menarik itu elit-elit itu isu melayunisasi atau cina. Tapi dalam pemilu kemarin, isu politik identitas itu hanya tiga persen, kecil dibandingkan pemilu sebelumnya yang kencanf. Ini positif di Malaysia," ujar Alfitra.

Ia menambahkan, justru isu yang kencang adalah isu terkait ekonomi dan korupsi yang kemudian digunakan Mahathir untuk memenangkan pemilu. Namun demikian, Mahathir menyebut, sistem pemilu di Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan Malaysia yang menggunakan sistem distrik.

"KPU mereka juga seperti zaman Orba, menjadi instrumen pemerintah, disana tidak ada Bawaslu atau DKPP seperti di kita," kata Alfitra.

Hal Sama diungkapkan pemerhati Pemilu sekaligus wartawan senior Republika Harun Husein yang mengungkap bagaimana strategi Mahathir dalam menggunakan kekuatan pemilih muda untuk menumbangkan kekuasaan Najib yang berlangsung selama 13 tahun.

"Karena kesal dengan pemerintahan, mereka menyuruh anak-anak muda yang menumbangkan kekuasaan sekarang di Malaysia melalui swing voter, sehingga 82-84 persen gunakan hak pilih dalam pemilu," ujar Harun.

Ini juga menurut Harun, salah satu yang dapat dipelajari dari pemilu Malaysia untuk Pemilu 2019 mendatang. Ia pun menilai kekuatan kaum muda itu kata Harun, juga harus menjadi perhatian segenap pihak termasuk partai politik.

"Ini menariknya Malaysia mau melakukan perubahan melalui pemilu. Menarik perubahan nggak pakai revolusi tapi lewat surat suara. lewat jalan demokratis," kata Harun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement