Rabu 16 May 2018 18:41 WIB

Soal Kalimat Ganti Presiden, Tim Asyik: Aspirasi Masyarakat

Tim kampanye mengatakan gagasan kalimat ganti presiden merupakan sebuah demokrasi.

Rep: Farah Noersativaa/ Red: Bayu Hermawan
Bakal calon gubernur Jawa Barat, Sudrajat memberikan orasi dalam deklarasi pasangan asyik di monumen perjuangan, Rabu (10/1).
Foto: Republika/fauzi Ridwan
Bakal calon gubernur Jawa Barat, Sudrajat memberikan orasi dalam deklarasi pasangan asyik di monumen perjuangan, Rabu (10/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gagasan mengganti presiden pada 2019 mendatang dinilai oleh tim kampanye pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat Sudrajat-Ahmad Syaiku (Asyik) adalah sebuah aspirasi yang disampaikan masyarakat Jawa Barat kepada kedua kandidat itu. Ketua tim kampanye, Haru Shuandaru menyebut, penyampaian gagasan itu dalam debat Pilgub merupakan sebuah bentuk demokrasi.

"Saya kira, dalam demokrasi perbedaat pendapat adalah sesuatu yang sah. Justru menurut saya, demokrasi itu tercederai manakala ada pihak yang mengatakan kalau tidak boleh berpendapat. Atau pendapat kamu menyakiti saya. Itu kan susah ukurannya. Jadi sulit, dan subjektif," ujar Haru saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (16/5).

Haru lalu mengatakan, demokrasi yang baik dan dewasa, adalah yang seharusnya bisa mempersilakan masing-masing orang untuk berpendapat. Selain itu, demokrasi yang baik juga menurutnya memiliki unsur masyarakat yang menerima pendapat masing-masing.

“Satu kelompok mengatakan bapak jokowi dua periode, silakan. Satu kelompok yang lain mengatakan saya mah ingin ganti presiden yah. Nah itu mah harus baik-baik aja gitu yah. Saling menghormati, saling menghargai,” kata dia.

Sampai saat ini, dia sendiri belum menerima surat teguran yang rencananya akan dilayangkan oleh KPUD Provinsi Jawa Barat kepada pihaknya. Namun, dia mengatakan, ketika nanti dia menerima surat itu, bukan berarti pihaknya akan berhenti menyuarakan gagasan yang dia anggap  sebagai gagasan dari rakyat itu.

“Pertama kita nanti terima surat dulu. Cuma ya, suara rakyat tidak bisa membungkam siapapun. Kalau itu adalah hati dan pikiran rakyat. Kalau itu perasaan, pikiran, hati nurani. Tidak ada satupun yang bisa membungkam. Karena kita semua menjaga kehiduopan berdemokrasi ini supaya kita semua saling menghormati perbedaan,” ungkap Haru.

Menurutnya, tingkat kedewasaan masyarakat dalam berdemokrasi saat ini telah menunjuk ke arah yang lebih baik. Sehingga, dia pun mengimbau masyarakat untuk terus menghormati perbedaan pendapat, termasuk pendapat dalam berpolitik.

Sebelumnya, pada saat penutupan, Sudrajat mengatakan, bila pasangang Asyik memenangi Pilgub Jabar 2018, maka pada 2019 juga dikatakan akan bisa terjadi penggantian presiden. Hal itu kemudian dianggap oleh beberapa pihak, termasuk KPU Jawa Barat sebagai tindakan yang melanggar aturan debat Pilgub Jabar lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement