REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adanya kekerasan di Markas Korps Brimob dan tragedi bom Surabaya mendorong Presiden untuk segera menerbitkan Perppu Terorisme, apabila DPR tidak mensahkan revisi UU Terorisme pada Mei 2018 ini. Direktur Pusdikham Uhamka, Maneger Nasution mengatakan, ada catatan penting yang perlu dijawab dan dipastikan Presiden sebelum menerbitkan Perppu Terorisme.
Pertama, prosedural penerbitan Perppu tersebut harus memenuhi 3 (tiga) syarat sebagaimana dinyatakan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Nomor 38/PUU-VII/2009 yaitu, (1) Adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang, atau (2) UU yang ada belum memadai, atau (3) Adanya kekosongan hukum karena UU yang dibutuhkan belum ada.
"Presiden harus memastikan dan meyakinkan akal sehat publik bahwa persyaratan tersebut betul-betul terpenuhi sebelum menerbitkan Perppu Terorisme," katanya kepada Republika.co.id, Selasa (15/5).
Kedua, soal substansi. Perppu itu harus dipastikan tidak melanggar hak-hak konstitusional warga negara yang ada dalam Konstitusi dan UU HAM.
"Perppu tersebut tidak boleh berpotensi melanggar HAM," tegas Maneger yang merupakan Komisioner Komnas HAM 2012-2017.
Maneger mengatakan, pembatasan HAM hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan UU, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas HAM serta kebebasan dasar orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral-kesusilaan, nilai-nilai agama, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa dalam suatu masyakat yang demokratis (pasal 28J (2) UUDNRI 1945 dan pasal 73 UU Nomor 39 tahun 1999).
Presiden sekalipun tidak boleh mengurangi, merusak atau menghapuskan HAM yang diatur dalam konstitusi dan UU HAM (pasal 74 UU Nomor 39 tahun 1999). Maneger juga menilai ada pihak tertentu yang sengaja menggunakan kekerasan di Mako Brimob dan tragedi Surabaya untuk mendorong dipercepatnya revisi UU Terorisme. Bahkan mendorong-dorong Presiden menerbitkan Perppu Terorisme.
"Terkait kekerasan di Mako Brimob, bom surabaya, narasi konklusinya tiba-tiba lompat. Sepertinya ada pihak tertentu yang mengggunakan tragedi ini untuk mendorong mempercepat revisi UU Terorisme, bahkan mendorong-dorong Prediden menerbitkan Perppu Terorisme. Semoga Presiden tenang dan tetap menggunakan akal sehat," ujar Maneger.
Sebelumnya Kapolri dalam pernyataannya mendesak Presiden menerbitkan Perppu Terorisme kalau DPR tidak segera mensahkan revisi UU Terorisme. Hal ini segera disambut Presiden yang kemudian berkeinginan untuk segera menerbitkan Perppu pada Juni 2018, apabila DPR tidak juga mensahkan revisi UU Terorisme pada Mei 2018 ini.
Maneger menyayangkan lemahnya kritik publik atau masyarakat sipil atas hal ini, padahal selama ini banyak yang menyuarakan protes dengan narasi kemanusiaan. Menurut Maneger, ada kekhawatiran dari masyarakat sipil yang biasa vokal, bahwa nantinya mereka disalahpahami oleh pihak- pihak tertentu, bahkan bisa-bisa dilabeli sebagai 'pendukung' teroris.
"Oleh karena itu, mudah-mudahan publik betul-betul masih menggunakan akal sehat, mencermati dengan sangat hati-hati. Orang-orang dalam lingkaran Presiden Jokowi harus menggunakan akal sehat dan memberikan masukan yang komprehensif soal menerbitkan Perppu Terorisme itu," katanya.