Selasa 15 May 2018 16:55 WIB

Bawaslu akan Panggil KPU Jabar Soal Insiden di Debat Pilgub

Debat publik Pilkada Jabar ricuh setelah munculnya pernyataan 2019 ganti presiden.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Bawaslu Jabar, Harminus Koto
Foto: Republika/Arie Lukihardianti
Ketua Bawaslu Jabar, Harminus Koto

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat menyesalkan kegiatan debat kedua pilgub Jabar berlangsung ricuh akibat kalimat penutup (closing statement) dari salah satu pasangan calon (paslon). Menurut Ketua Bawaslu Jabar Harminus Koto, dalam waktu dekat, sejumlah pihak akan dipanggil untuk diminati keterangan.

"Debat kedua, awalnya berlangsung bagus, kemudian closing statement itu yang menjadi pemicu terjadinya reaksi dari konstituen pasangan calon lain," ujarnya di kantornya, Selasa (15/5).

Harminus mengatakan, pihaknya akan memanggil KPU Jabar untuk dimintai keterangan. KPU Jabar sebagai penyelenggara debat akan ditanya soal upaya mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dengan cara mengingatkan kepada keempat paslon. Namun, kata dia, sebelum itu seluruh komisioner akan melakukan rapat pleno sambil menyaksikan bersama rekaman acara debat kedua.

Tujuannya untuk mengkaji kemungkinan ada pelanggaran administrasi atau pelanggaran lain. Setelah pemanggilan, kata dia, Bawaslu akan melakukan pengembangan perkara dari kejadian tersebut terkait kemungkinan dugaan pelanggaran atau hanya persoalan etika.

"Yang jelas itu kan pasangan calon maju sebagai gubernur dan wakil gubernur. Debatnya pun terkait visi dan misi yang ada di program mereka," kata Harminus.

Selain KPU, kata dia, pihaknya juga akan melakukan pemanggilan serupa kepada paslon. Hal ini sangat penting demi mengumpulkan informasi secara lebih lengkap. Jika ditemukan ada pelanggaran, Harminus mengaku tidak bisa berbuat banyak. Namun, pihaknya hanya bisa menerbitkan rekomendasi kepada KPU yang memiliki kewenangan melakukan penindakan.

"Kalau pemilihan kepala daerah kewenangan ada di KPU. Kalau ada temuan atau laporan, kita akan proses kepada KPU untuk memberikan tindakan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan," katanya.

(Baca: Bawaslu: KPU Jabar Kecolongan Soal Insiden Ganti Presiden)

Debat publik calon gubernur Jawa Barat (cagub Jabar) di Balairung Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, sempat diwarnai kericuhan, Senin (14/5) malam. Kericuhan yang berasal dari para pendukung terjadi setelah closing statement (pernyataan penutup) pasangan calon gubernur Sudrajat dan Syaikhu (Asyik) yang diusung Gerindra-PKS.

Saat itu Sudrajat sampai pada ujung pernyataannya dan Syaikhu tiba-tiba mengeluarkan kaus bertuliskan 2018 Asyik Menang, 2019 ganti presiden. "Kalau Asyik menang, insya Allah 2019 kita akan ganti presiden," kata Sudrajat.

Aksi pasangan itu ternyata memancing emosi pendukung pasangan Hasanudin-Anton Charliyan (Hasanah) yang diusung PDIP. Suasana tiba-tiba ricuh dari area kursi pendukung. Para pendukung pasangan Hasanah tampak meluapkan emosinya.

(Baca: Tim Asyik: Pernyataan 2019 Ganti Presiden Hak Berekspresi)

Ketua Tim Pemenangan Paslon Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik), Haru Shuandaru, angkat bicara terkait kericuhan dalam debat publik Pilkada Jawa Barat di Universitas Indonesia, Depok, pada Senin (14/5) malam. Haru menegaskan, kata-kata 2019 ganti presiden yang disampaikan paslon Asyik pada akhir debat merupakan hak berekspresi yang dijamin undang-undang dasar.

Oleh karena itu, Haru mengatakan, pihaknya menyayangkan keributan yang terjadi setelah pasangan Asyik menyampaikan kata-kata itu. Menurut dia, jika semua pihak yang hadir mengedepankan semangat demokrasi, keributan tidak akan terjadi.

"Kami menyayangkan tindakan kasar yang dilakukan oleh oknum pendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat lain yang bertindak mengedepankan emosi dan mengabaikan semangat demokrasi," ujarnya, Selasa (15/5).

Haru mengatakan, pihaknya yakin bahwa apa yang disampaikan pasangan Asyik pada penghujung debat publik tersebut merupakan hak kebebasan berekspresi. Haru menilai tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi dalam penyampaian aspirasi tersebut, baik berdasarkan UUD 1945, peraturan perundangan-undangan terkait, maupun peraturan kampanye KPU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement