REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pengamat Politik Internasional, Arya Sandhiyudha mengatakan Global Terrorism Database (GTD) mencatat hampir 12 persen target terorisme adalah polisi. Data ini berdasarkan catatan kejadian antara 1970 hingga 2017.
"Polisi menjadi urutan kelima jenis target paling populer. Mereka menjadi fokus teroris hampir sebanyak militer, pemerintah, dan entitas bisnis," kata Arya kepada Republika.co.id, Senin (14/5).
Terorisme umumnya diasumsikan sebagai serangan terhadap publik yang tidak bersenjata atau warga sipil yang tak berdaya, bukannya terhadap mereka yang melindungi masyarakat. Arya mengatakan, ada beberapa alasan teroris membidik polisi.
Pertama, alasan simbolis sebab polisi dianggap target proksi untuk target lain yang diinginkan, seperti pemerintah atau negara. Kedua, alasan praktis sebab beberapa target mungkin sekaligus mendapatkan senjata atau bahan lain yang dibutuhkan teroris atau karena polisi dianggap menghalangi rencana serangan.
Ketiga, alasan demonstratif, yaitu menunjukkan daya kekuatan dan komitmen teroris untuk mewujudkan tujuan mereka. Keempat, polisi merupakan target yang mudah diakses, paling dekat, dan mudah diserang.
Putra Bali yang juga doktor bidang Hubungan Internasional dari Istanbul University, Turki ini menilai target teroris umumnya bisa kombinasi beberapa alasan, misal simbolis dan mudah diakses. Polisi sama seperti warga sipil yang menjadi sasaran praktis karena mereka dapat membuat pemerintah menyerah pada teroris, membuat tuntutan mereka dipenuhi, dan menjadi target unik.