Ahad 13 May 2018 06:48 WIB

Masinton: Overcrowded di Lapas Perlu Diatasi

Pola pemidanaan terhadap pelaku-pelaku narkoba perlu dirumuskan ulang oleh negara.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Ratna Puspita
Anggota Pansus Angket DPR dari PDIP Masinton Pasaribu saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (9/2).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Anggota Pansus Angket DPR dari PDIP Masinton Pasaribu saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (9/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu mengatakan overcrowded atau kondisi penuh sesak di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) perlu segera diatasi. Dia mengatakan cara mengurangi jumlah tahanan dan/atau narapidana di lapas dan rutan di antaranya perumusan ulang pola pemidanaan kasus narkoba. 

Masinton mengatakan kepadatan lapas ini seharusnya diatasi dengan memindahkan narapidana. Kendati demikian, dia mengatakan, pemindahan bukan pilihan karena tempat lain sebenarnya juga sudah penuh. 

Menurut Masinton, selama ini sebagian besar rutan dan lapas dipenuhi oleh tahanan dan narapidana kasus narkoba. "Pola pemidanaan terhadap pelaku-pelaku narkoba perlu dirumuskan ulang oleh negara, khususnya untuk narkoba perlu dibuat lapas khusus,” kata dia kepada Republika, Sabtu (12/5).

Saat ini, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia memiliki Lapas Narkotika di Cipinang. Kemenkumham juga segera mengoperasikan lapas khusus untuk narapidana kasus narkoba terkategori berat. 

Gedung lapas dengan sistem pengamanan ekstra ketat itu dibangun di kompleks Lapas Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah. Sistem pengamanan ketat yang bakal diterapkan, yakni satu sel hanya dihuni seorang napi yang menyulitkan napi berkomunikasi dengan petugas atau antarnapi. 

Masinton mendorong pemerintah membangun lapas atau rutan lain khusus narkoba. Dia mengatakan pada 2016, DPR telah menyetujui anggaran sekitar Rp 1 triliun untuk pembangunan lapas, rutan, dan tempat-tempat rehabilitasi narkoba. 

Namun, dia berpendapat, anggaran itu belum cukup untuk membangun fasilitas-fasilitas tersebut. Karena itu, dia mengatakan, Komisi III mempersilakan Kementerian Hukum dan HAM untuk mengajukan anggarannya lagi.

Selain rutan dan lapas khusus narkotika, Masinton mengakui, perlu pengamanan ekstra untuk tahanan dan narapidana terorisme. Rutan Markas Korps Brimob tidak memiliki pengamanan yang sesuai untuk napi terorisme.

Dia mengatakan rutan tersebut juga sudah tidak sesuai dengan fungsi awalnya untuk aparatur penegak hukum yang bermasalah. “Sekarang itu sudah overcrowded (penuh sesak),” katanya.

Sebelumnya Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Akhiar Salmi mendesak agar pemerintah segera membahas pembangunan fasilitas baru untuk para tahanan dan narapidana. Hal ini untuk mencegah terjadinya insiden serupa di Rutan Markas Koprs Brimob.

"Ada insiden dan korban mungkin karena fasilitas kurang. Kita kan tidak ingin juga terulang kejadian begitu. Justru itu perlu fasilitas baru. Kalau sudah over kapasitas kan tidak mungkin pelayanannya baik," kata Akhiar.

Kelebihan kapasitas memang kerap menjadi pemicu kerusuhan dalam lapas. Berdasarkan catatan Republika, ada enam keributan di dalam penjara selama 2017, yang terjadi di Nusakambangan, Bandung, Bengkulu, Pekanbaru, dan Jambi. 

Tahun lalu, sejumlah napi kabur dari Lapas Abepura, Pariaman, Makassar, Nusakambangan, dan Pekanbaru. Sementara tahun ini, napi kabur terjadi di Lapas Manokwari, Rutan Sengkang di Wajo, Lapas Labuhan Bilik di Labuhan Batu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement