Ahad 13 May 2018 01:00 WIB

Ramadhan Sebentar Lagi

Tujuan berpuasa itu bagaikan memasukkan obat ke dalam tubuh kita sesuai takarannya.

Ady Amar
Foto: dok. Pribadi
Ady Amar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ady Amar *)

 

Dalam hitungan beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan. Sudah semestinya umat menyambutnya dengan sukacita. Penuh persiapan, baik fisik maupun non-fisik.

Dalam menyambut Ramadhan itu, deklarasi dalam hati pun dibuatnya, bahwa Ramadhan kali ini harus lebih baik dari Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Maka dibuatlah beberapa isi dari deklarasi itu sebagai berikut: Akan memperbaiki kualitas shalat lima waktu, sebanyak-banyaknya beramal, mengkhatamkan Alquran setidaknya satu kali, dan masih banyak lagi “janji-janji” yang ingin ditunaikan.

Ramadhan yang sebentar lagi akan kita masuki ini bisa jadi adalah Ramadhan terakhir dari sisa hidup kita. Karena umur tidak ada yang menjamin apakah kita masih hidup beberapa tahun lagi, atau bahkan kita akan dipanggil-Nya dalam hitungan hari saja ke depan.

Karenanya, kita wajib mengambil momentum Ramadhan kali ini dengan melakukan ibadah seoptimal mungkin. Bulan suci Ramadhan adalah saat-saat yang tepat mengambil kesempatan beribadah itu.

Ramadhan merupakan bulan pelatihan yang mengandung nilai edukatif, dan pembinaan iman, untuk menggali semaksimal mungkin potensi kaum Muslimin, baik dalam pelaksanaan ibadah maupun komitmen (istiqamah) pada akhlak dan perilaku sesuai ajaran Islam.

Wahai orang-orang beriman, Puasa telah ditetapkan kepada kalian, seperti yang ditetapkan kepada mereka yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (menahan diri).” (Q.S. 2: 183).

Takwa dalam ayat di atas menjadi tujuan utama dari puasa. Maka, puasa yang dapat mengantarkan kepada takwa itulah puasa yang menuntun pada bentuk keberhasilan, sebagaimana tujuan puasa.

Ramadhan adalah bulan pelatihan sebulan penuh bagi Muslimin untuk melaksanakan ibadah-ibadah wajib maupun sunnah. Selama sebulan penuh kaum Muslimin seakan berada dalam “madrasah” Ramadhan, yang jika lulus diharapkan pada bulan-bulan berikutnya dia akan berjalan istiqamah sesuai tuntunan.

Ramadhan juga memberi motivasi yang besar pada Muslimin yang berpuasa, dengan lipatan pahala berlipat ganda dibanding di luar Ramadhan. Demikianlah, pahala bagi orang yang mengerjakan puasa sangatlah besar dan berlimpah, sehingga tidak bisa dibayangkan dan digambarkan.

Puasa juga merupakan sarana untuk menundukkan hawa nafsu, menutup jalannya, dan meletakkan rintangan, sehingga pantas jika dikatakan bahwa puasa merupakan hubungan khusus dengan Allah SWT, karena puasa itu mengalahkan musuh Allah SWT. Dengan mengalahkan musuh Allah SWT berarti menolong-Nya, sedangkan pertolongan Allah SWT akan datang jika seseorang terlebih dahulu menolong-Nya.

Allah SWT berfirman, “Jika kamu menolong Allah SWT, maka Allah SWT akan menolongmu dan akan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.S. 47: 8).

Pada puasa Ramadhan setiap Muslim dituntut untuk menjaga lidah dari bicara sia-sia, dusta, memfitnah, adu domba, ghibah (menggunjing), dan bicara kotor. Diharapkan lidah disibukkan dengan dzikrullah, bertasbih, dan tadarus Alquran. Seorang sufi berkata, “Ghibah menjadikan puasa sia-sia.” Sufi yang lain pun pernah berkata, “Dua perbuatan dapat menyebabkan puasa sia-sia, yakni ghibah dan berdusta.”

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya puasa itu seperti perisai. Oleh karena itu, ketika salah seorang di antara kalian berpuasa fardhu, hendaknya jangan bicara sia-sia atau berbuat bodoh. Jika seseorang mengajak bertengkar, hendaknya dia berkata, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’.”

Di samping itu menutup telinga dari setiap ucapan yang haram untuk didengar, karena setiap ucapan yang diharamkan itu juga haram untuk didengar. Karenanya, Allah SWT menyatakan bahwa seseorang yang mendengar keburukan sama dengan pedagang yang menipu, firman-Nya, “Orang yang mendengarkan keburukan sama dengan pedagang yang menipu.” (Q.S. 5: 46).

Karenanya, sekalipun diam tapi mendengarkan orang yang ghibah adalah haram. Sebagaimana firman-Nya, “Maka kamu sama saja dengan mereka.” (Q.S. 4: 139). Rasulullah SAW pun bersabda berkenaan dengan hal yang sama, “Orang yang berghibah dan yang mendengarkan, bekerjasama dalam kezaliman.”

Tujuan berpuasa itu bisa diibaratkan bagaikan memasukkan obat ke dalam tubuh kita sesuai takarannya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Banyak orang yang berpuasa, tetapi hanya memperoleh lapar dan haus.” Maksud dari hadis itu adalah, orang yang memakan makanan yang halal, tetapi merusak puasanya dengan memakan daging orang lain. Maksud dari daging orang lain itu, yakni dengan menggunjing (ghibah) yang merupakan perbuatan haram.

Selanjutnya, dalam puasa Ramadhan, kalbu hendaknya berada dalam keadaan takut (khauf) dan harap (raja’), karena dia tidak tahu apakah puasanya itu diterima oleh-Nya atau tidak. Apakah dia termasuk yang dinisbatkan sebagai kekasih Allah atau orang yang ditolak oleh-Nya? Maka berdiri di posisi antara takut dan harap adalah pegangan mereka yang mengerjakan puasa dengan landasan iman dan ketakwaan.

Akhirnya, saya ingin mengutip Abu Sa’id Abil-Khair yang berkata, “Dunia adalah satu hari yang pada hari itu kita berpuasa.” Maknanya, bisa jadi agar kita tidak mengharap apa pun dari apa yang kita kerjakan (di dunia) dan jangan terpaut dengannya.

Marhaban Ramadhan... Selamat berpuasa Ramadhan 1439 H. 

 

*Pemerhati Masalah Sosial dan Keagamaan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement