REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Internasional dari Universitas Jenderal Soedirman Agus Haryanto menyebut isu mengenai pencegahan serbua TKA dari Cina ke Malaysia bukan menjadi isu sensitif saat Pemilu Malaysia. Dia menyebut undang-undang Malaysia telah memberikan kesempatan yang besar kepada pribumi Malaysia.
"Malaysia memang memiliki isu sensitif berkaitan dgn Tiongkok krn UU mrk memang menempatkan pribumi pada posisi istimewa. Saya tidak melihat isu TKA ini sangat sentral," ungkap Agus saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (11/5).
Dia mengamati, maraknya berita palsu yang beredar di Malaysia malah menjadi perhatian pemerintah dan masyarkat di sana. Kondisi ini, kata dia, juga hampir sama dengan kondisi penyebaran berita palsu yang ada di Indonesia.
Agus mengatakan, Mahathir sendiri pernah dituduh terlibat dalam penyebaran berita palsu. "Bahkan, Mahathir sendiri dituduh terlibat dalam penyebaran fake news ini. Malaysia juga memiliki Aturan mengenai fake news ini," tuturnya.
Dia mengatakan, bila Indonesia mau belajar mengenai hal ini, Pemerintah Indonesia harus lebih waspada terhadap penanganan penyebaran berita palsu. Penanganan berita palsu cukup mampu mempengaruhi elektabilitas seseorang.
"Apalagi jika yg ditangkap adalah oposisi pemerintah, justru akan menaikkan popularitas oposisi," ujarnya.
Agus menyebut isu sensitif yang paling mendominasi kemenangan Mahathir adalah isu korupsi yang melekat pada kubu Barisan Nasional. Adanya sejarah Najib Razak yang terlibat kasus korupsi, membawa dirinya mengambil kesempatan itu untuk maju menjadi perdana menteri untuk yang kedua kalinya.
"Mereka menggunakan gerakan bersih 2.0 untuk mengingatkan publik akan isu korupsi Perdana Menteri Malaysia pada 2008 Najib Razak terutama kasus 1MDB," ungkapnya.