REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Indonesia tengah berada di depan pintu masuk hajatan Pilkada, Pilgub dan Pilpres. Namun, untuk menyambut pesta demokrasi itu, tidak jarang menimbulkan banyak gesekan dan konflik primordialisme kesukuan dan fundamentalisme agama di Indonesia.
Kontestasi pemilihan umum itu sendiri merupakan salah satu perwujudan nyata dari demokrasi seperti Indonesia. Bahkan, kualitas demokrasi suatu negara bisa diukur dari sejauh mana kualitas pelaksanaan pemilu tersebut.
Sekretaris Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Bambang Sutiyoso mengatakan, kontestasi pesta demokrasi yang akan dihadapi bangsa Indonesia dalam waktu dekat ini berpotensi menimbulkan gesekan-gesekan dan konflik.
Ia merasa, tanda-tandanya sudah mulai bermunculan. Walau setiap perbedaan merupakan sesuatu yang wajar, namun potensi sengketa itu dikhawatirkan terus berlanjut hingga menjadi sengketa pemilihan umum.
"Sehingga diperlukan pendewasaan politik untuk meminimalisasi terjadinya sengketa," kata Bambang dalam kuliah umum bertema Perkembangan dan Permasalahan Pelanggaran, Sengketa dan Tindak Pidana Pemilu di Indonesia di Kampus UII.
Sedangkan, Guru Besar FH UII, Prof Topo Santoso menjelaskan, penyelenggaraan pemilu sangat berperan penting dalam menjamin pelaksanaan pemilu di Indonesia. Tujuannya, tentu agar berjalan secara demokratis.
"Bila praktek penyimpangan, kecurangan atau pelanggaran cukup banyak terjadi maka legitimasi proses penyelenggaraan pemilu akan dipertanyakan," ujar Topo.
Lebih lanjut, ia menegaskan, pemilu merupakan ajang kompetisi untuk mendapatkan atau mempertahankan kursi yang akan melahirkan keberatan, pengaduan dan gugatan. Maka itu, untuk menjaga integritas proses dan hasilnya, perlu mekanisme yang tepat.
"Mekanisme proses penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara konsisten untuk menindaklanjuti seluruh gugatan secara efektif, adil dan tepat waktu," kata Topo.