Ahad 06 May 2018 13:53 WIB

Pejabat Kemenkeu Diduga Terima Berbagai Setoran Uang

Yaya Purnomo diduga menerima setoran dari daerah.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didampingi Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) menunjukkan barang bukti sitaan saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap anggota DPR Komisi XI Fraksi Demokrat Amin Santono bersama beberapa orang lainnya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (5/5).
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didampingi Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) menunjukkan barang bukti sitaan saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap anggota DPR Komisi XI Fraksi Demokrat Amin Santono bersama beberapa orang lainnya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (5/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan pejabat Kementerian Keuangan berinisial YP sudah dipantau terkait pengurusan anggaran di daerah. KPK menduga YP kerap menerima setoran uang dari orang di daerah.

"Terkait AMS (Amin Santono) itu memang Rp400 juta, nah untuk YP (Yaya Purnomo) itu kita amati sudah lama, jadi banyak orang daerah yang memberi, nanti ada satu kasus OTT sebelum ini mudah-mudahan juga sangat terkait erat," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Sabtu (5/5) malam.

Dalam perkara ini, Yaya Purnomo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama dengan anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Demokrat Amin Santono dan perantara dari pihak swasta Eka Kamaluddin. Suap berasal dari pengepul yang juga kontraktor proyek, yaitu Ahmad Ghiasti.

Amin menerima suap Rp 400 juta yang diberikan secara tunai sedangkan Eka sebagai perantara mendapat Rp 100 juta melalui transfer. Namun dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (4/5), KPK juga mengamankan emas batangan dan uang dalam rupiah maupun mata uang asing yaitu logam mulia seberat 1,9 kilogram; uang Rp 1,844 miliar termasuk Rp 400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran di Halim Perdanakusumah; serta uang dalam mata uang asing 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar AS.

"Uang (di luar Rp400 juta) tadi ditemukan di apartemen saudara YP, karena yang bersangkutan menerima uang 100 dolar AS dari daerah lalu diganti menjadi logam mulia. Siapa saja yang memberi kita punya data, nanti digali lebih lanjut, mudah-mudahan akan ditemukan," ungkap Agus.

KPK telah melakukan serangkaian penyelidikan kasus sejak Desember 2017 setelah mendapat informasi dari masyarakat. "Setelah Desember itu, penyidik mengamati teman di kementerian," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Lalu, Saut menjelaskan, ada tukang pengumpul dua wilayah di luar OTT hari ini yang kemudian didalami oleh penyidik. "Jadi (uang) ada yang melalui pengumpul maupun langsung, jadi ini menyangkut beberapa daerah, ada beberapa kabupaten dan kota, jadi ini masih berkembang tapi kami tidak bisa mendetailkan daerah mana saja," jelas dia.

KPK juga masih mendalami apakah uang Rp 400 juta yang diterima Amin juga terkait dengan pencalonan anak Amin, Yosa Octora Santono, dalam pemilihan bupati Kuningan 2018. "Kami juga perlu mendalami apakah untuk pembiyaan anaknya, itu belum jelas betul, tetapi akan kami dalami. Biasanya kalau sudah di dalam yang bersangkutan menawarkan jadi 'justice collaborator' akan lebih banyak lagi info terbuka," kata Agus.

Pasal yang disangkakan kepada Amin, Eka dan Yaya adalah pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Sedangkan Ahmad disangkakan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 jo KUHP. Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement