Ahad 06 May 2018 13:04 WIB

Pengamat: JK Masih Berpeluang Dampingi Jokowi di Pilpres

Dalam pemenuhan syarat meraup suara, JK berpeluang besar menangkan Jokowi

Rep: Fergi Nadira/ Red: Bilal Ramadhan
Jusuf Kalla
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Universitas Pertahanan Prof Salim Haji Said merasa, Jusuf Kala (JK) yang paling memiliki peluang besar dalam mendampingi kembali Joko Widodo pada Pemilihan presiden (Pilpres) 2019 mendatang. JK, menurutnya bisa mendongrak elektabilitas Jokowi.

"Beberapa waktu lalu, JK tidak mau menjadi cawapres, mau pensiun, tiba-tiba mau jadi wakil lagi. Itu kepentingan PDIP, gimana caranya agar Jokowi terpilih kembali," ujar Salim dalam diskusi 'Berburu Cawapres dan Sidang MK' yang diadakan Populi Center dan Smart FM Network di Restoran Gado-gado Boplo, Jl. Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (5/5).

Oleh karenanya, partai pengusung Jokowi itu, mengusung nama JK dalam mengisi tempat menjadi cawapres. Sebab, dalam pemenuhan syarat meraup suara, JK berpeluang besar.

"JK itu memenuhi syarat banyak untuk diusung kembali jadi cawapres. Semisal, dari latar belakangnya (luar Jawa) ia berkemungkinan diusung," kata dia.

Mengikuti pola sejarah, kata dia, seorang capres identik dari Jawa dan cawapresnya berasal dari luar Jawa. Ketika Bung Hatta menjadi wakil Presiden bukan perhitungan luar Jawa melainkan setia mendampingi dan berjuang bersama Bung Karno saat itu.

"Tapi kemudian menjadi semacam model, jadi, Presidennya orang Jawa wakilnya orang non-Jawa. Nah JK itu memenuhi syarat banyak sehingga karena itu diperhitungkan PDIP itu muncul nama Wapres JK," ujar dia.

Sementara itu, Guru Besar LIPI Lili Romli mengatakan, nama-nama cawapres yang dipilih oleh partai-partai pendukung, selain nama JK, nama-nama lain dapat memunculkan berbagai sikap dari partai politik dan masyarakat pendukung Jokowi.

"Yang saya lihat ketika cawapres-cawapres yang disosodorkan selain Pak JK, kemungkinan ada resistensi di parpol pendukung dan masyarakat," ujarnya.

PDIP, kata dia, tidak ada resistensi di parpol dan resistensi di masyarakat, namun, ketika digaungi nama JK, nantinya di MK akan ada multitafsir terkait pasal 7 UUD '45 pada amendemen pertama.

"Mungkin nanti MK tafsirnya apakah boleh berturut-turut ataukah tidak berturut-turut," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement