REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei Indikator terbaru terkait elektabilitas calon presiden jelang 2019, menunjukkan Jokowi masih menduduki peringkat tertinggi di angka 60 persen sedangkan Prabowo di angka 29 persen.
Politisi PDI Perjuangan, Erwin Moeslimin Singajuru mengatakan saat ini fokus partai pengusung Jokowi adalah menaikkan elektabilitas capres hingga di titik aman. Dan bila survei Indikator ini benar, maka ia yakin ini akan jadi kekuatan kemenangan. "Yang penting aman dulu. Itu yang diharapkan sehingga Pak Jokowi akan lebih mudah mengambil siapapun cawapres sesuai pilihannya," ungkap Erwin kepada wartawan, Jumat (4/5).
Karena ia yakin nama cawapres sebenarnya sudah dikantongi Jokowi. Ia menyebut elektabilitas Jokowi sekarang seperti elektabilitas SBY dahulu pada Pemilu 2009. Sehingga variabel penentu ada pada Jokowinya bukan cawapresnya.
Atas dasar inilah, Erwin yakin siapapun nama yang nanti dipilih Jokowi sebagai cawapres akan didukung banyak pihak. Termasuk tidak masalah juga bila Jokowi mengambil kader internal dari PDIP, seperti Puan Maharani. "Gak ada masalah itu," sebut Anggota DPR Komisi VIII ini.
Dengan syarat kestabilan elektabilitas Jokowi ini tetap terjaga tidak fluktuatif hingga jelang pilpres 2019 mendatang. Termasuk, kata dia, tidak perlu konfrontatif dengan lawan politik untuk menjaga kestabilan elektabilitas.
Walaupun diakui Erwin, ia juga tidak terlalu percaya dengan apa yang disampaikan lembaga survei, karena kecenderungannya adalah pesanan. Seringkali nama-nama yang dimunculkan sesuai permintaan. Seperti nama AHY muncul sebagai nama cawapres yang paling tinggi. "Ada yang tidak pas dengan angka survei AHY tersebut. Jadi pahami sendiri," ungkapnya.
Sebelumnya, dalam Survei Indikator terbaru, elektabilitas Jokowi diklaim naik signifikan di angka 60 persen. Dan elektabilitas Prabowo atas klaim survei tersebut mencapai 22 persen. Dalam survei tersebut juga diperlihatkan putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi cawapres paing populer mendampingi Jokowi.