Jumat 04 May 2018 20:38 WIB

Mereka Beropini Lewat Puisi Esai

Puisi esai mengembalikan puisi ke masyatakat.

Suasana diskusi 'Pro Kontra Puisi Esai' edisi 4 di Yayasan Budaya Guntur, Jakarta, Jumat (4/5).
Foto: istimew
Suasana diskusi 'Pro Kontra Puisi Esai' edisi 4 di Yayasan Budaya Guntur, Jakarta, Jumat (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dahulu, puisi itu menyatu dengan masyarakat. Bentuk puisi seperti pantun dan peribahasa diproduksi oleh banyak pihak dan bicara soal yang memang sedang menjadi isu penting publik saat itu.

 

Tetapi, puisi modern menjauhkan puisi dari masyarakat. Bahasa puisi semakin susah dimengerti. Isu yang diangkat puisi semakin soal batin sang penyair sendiri.

 

Puisi esai mengembalikan puisi ke masyatakat. Isu yang ditulis dalam puisi esai umumnya true story, isu sosial yang hangat di satu masa. Bahkan yang bukan penyairpun menulis puisi esai, seperti guru, jurnalis, aktivis, penulis non-fiksi dan pengamat sosial.

 

Pernyataan tersebut disampaikan Ahmad Gaus dalam diskusi 'Pro Kontra Puisi Esai' edisi 4 di Yayasan Budaya Guntur, Jakarta, Jumat (4/5). Acara itu dimoderator Mc Danny, seorang komedian. Isti Nugroho selaku panitia menyatakan, acara diskusi puisi esai sengaja dikemas untuk renungan sekaligus juga penuh tawa.

 

Pembicara lain adalah mereka yang “bukan penyair.” Tapi walau bukan penyair, mereka sudah menulis puisi esai. Satrio Arismunandar yang merupakan jurnalis senior mengkisahkan, orang Betawi yang semakin tersingkir di Jakarta. Anick HT selaku aktivis menulis isu diskriminasi agama yang kerap ditemuinya. Jojo Raharjo, penulis nonfiksi mengisahkan fenomena kawin kontrak yang ramai di daerah Jawa Barat.

 

Elza Peldi Taher, pengamat sosial merekam kisah manusia gerobak, yang tak punya biaya untuk menguburkan anaknya. Ummi Rissa, seorang guru mengekspresikan apa yang sering ia lihat: pernikahan dini.

 

Masing masing pembicara mengkisahkan pengalaman menulis puisi esai. Betapa puisi esai membuat mereka merasa mudah menulis puisi. Mereka menemukan medium lain untuk ekspresikan perspektif atas situasi.

 

Denny JA selaku penggagas puisi esai sengaja mengajak yang bukan penyair untuk ambil bagian. Menurut Denny, mereka bisa beropini lewat puisi esai: puisi yang panjang, dengan drama, dan ada catatan kaki sebagai fakta. "Puisi esai kian terbukti dengan karya membuat puisi 'kembali ke khittah', puisi kembali ke tengah masyarakat," ujarnya dalam siaran pers.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement