Jumat 04 May 2018 19:33 WIB

Anggota PA 212 Beda Pendapat Soal Penghentian Kasus Rizieq

Kasus Rizieq yang dihentikan polisi terkait laporan dugaan penghinaan Pancasila.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab memberi keterangan kepada awak media di sela-sela pemeriksaan di Markas Polda Jawa Barat, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Senin (13/2).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab memberi keterangan kepada awak media di sela-sela pemeriksaan di Markas Polda Jawa Barat, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Senin (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Persaudaraan Alumni (PA) 212 memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penghentian kasus Habib Rizieq Shihab di Polda Jawa Barat. Sebelumnya, pada Ahad (22/4) lalu Tim 11 Ulama 212 menemui Presiden di Istana yang salah satu agendanya adalah membahas dekriminalisasi ulama.

Kuasa Hukum Rizieq Shihab dan anggota penasihat Persaudaraan Alumni 212, Eggi Sudjana memandang penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) itu tidak berkaitan dengan pertemuan tersebut. "Enggak ada, karena presiden lewat Jubir Johan Budi menjawab bahwa presiden tidak bisa intervensi," ujar dia, Jumat (4/5).

Eggi berpendapat, kasus ini memang selayaknya dihentikan karena tidak ada bukti yang cukup. Begitu pula kasus Rizieq Shihab terkait dugaan pornografi di Polda Metro Jaya. Menurut, Eggi kasus tersebut juga harusnya di-SP3.

Juru Bicara Persaudaraan Alumni 212, Novel Bamukmin juga berpendapat, kasus ini minim bukti dan tidak berkaitan dengan pertemuan ulama 212 dengan presiden. "Artinya memang seharusnya dikeluarkan SP3 tidak ada hubungannya dengan pertemuan kemarin. Ini murni tidak ada bukti pada kasus Habib Rizieq," kata Novel.

Novel juga membantah adanya 'barter kasus' dalam penerbitan SP3 ini. Mengingat, kasus yang di SP3 ini adalah kasus yang dilaporkan Sukmawati Soekarnoputri yang saat ini tengah berkasus dugaan penodaan agama karena puisi yang dibacanya.

Sementara itu, Muhammad Al-Khaththath justru menuturkan SP3 Rizieq berkaitan dengan permintaan ulama 212 saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Ahad (22/4) lalu. Pria bernama asli Gatot Saptono tersebut mengaku pada pertemuan yang digelar okeh Tim 11 Ulama 212 dan Presiden Jokowi, salah satu permintaannya adalah untuk menghentikan kriminalisasi pada para ulama dan aktivis 212.

"Bukan hanya sebagian kasus Habib Rizieq tapi sluruh kasus habib dan yang lain ada Ustaz Bachtiar Nasir ada Munarman ada Ustaz Alfian Tanjung yang belum diputus ya," kata Al Khathath.

Polda Jawa Barat menghentikan perkara kasus penodaan lambang negara atau Pancasila yang melibatkan Habib Rizieq Shihab di wilayah hukum Polda Jawa Barat. Dalam kasus tersebut, Rizieq sudah sempat ditetapkan sebagai tersangka.

Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Barat Komisaris Besar Polisi Umar Surya Fana mengatakan SP3 kasus ini dikeluarkan sekira bulan Februari hingga Maret. Kasus Rizieq di Jawa Barat tersebut dihentikan karena kurang barang bukti pendukung untuk diprosesnya kasus tersebut.

"Kurang bukti, tidak ada pidana, Nanti saya cek lagi ya," ujarnya singkat.

Rizieq disangkakan melanggar Pasal 154 a KUHP tentang Penodaan terhadap Lambang Negara dan Pasal 320 KUHP tentang Pencemaran terhadap Orang yang Sudah Meninggal. Kasus yang menjerat Rizieq ini dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri. Sukmawati menganggap Rizieq menodai lambang dan dasar negara Pancasila serta menghina Soekarno selaku proklamator kemerdekaan Indonesia dan presiden pertama Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement