Kamis 03 May 2018 23:33 WIB

Cara TGB Awasi Keuangan Daerah

Jangan mencoba-coba menggoda institusi lain sehingga membuat tak konsisten

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Muhammad Hafil
Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) mengisi kuliah umum di Auditorium Gedung Pascasarjana, Politeknik Elektronik Negeri Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Jumat (27/4).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) mengisi kuliah umum di Auditorium Gedung Pascasarjana, Politeknik Elektronik Negeri Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Jumat (27/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) menjadi pembicara dalam seminar internasional, Public Sector Internal Audit International Seminar (PSIA) 2018. Seminar ini diselenggarakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Hotel Fairmont, Jakarta, Kamis (3/5).

TGB bersanding dengan Peneliti dari Korea Univesity, Korea Selatan Prof Jin Wook Choi, dan Peneliti dari Central Queensland University, Australia Prof Peter Best dalam seminar yang dimoderatori Helmy Yahya.

TGB memaparkan materi bertajuk "Peran Kepemimpinan dan Komitmen Gubernur NTB dalam Transformasi Fungsi Audit Internal di Sektor Publik".

Sebelum memulai pemaparan, TGB sedikit menyampaikan sebuah lelucon. Baginya, menghadiri sebuah acara yang sebagian besar tidak mengerti isinya akan membangun kerendahan hati. Hal ini juga yang ia rasakan saat berada di seminar internasional ini dan mendengarkan pemaparan dari dua peneliti sebelumnya.

"Terus terang tadi pemaparan, mungkin 90 persen saya tidak mengerti, luar biasa rumitnya. Saya betul-betul kesulitan memahami dan itu membuat saya semakin sadar bahwa ilmu dan pengetahuan saya sangat terbatas. Anda kalau sudah merasa hebat hadirlah di sesuatu acara yang Anda tidak pahami, insyaAllah Anda akan keluar dengan kerendahan hati berlipat-lipat," ujarnya.

TGB menilai, persoalan Indonesia rupanya tidak jauh berbeda dengan yang ada di Korsel, seperti yang dipaparkan Prof Choi terkait kekurangan indepensi, dan adanya sisi politis dalam penunjukan anggota.

"Masalah ada politik yang sangat dominan itu ternyata juga terjadi di Korsel," lanjutnya.

Yang menarik, lanjut TGB, Prof Choi tidak menulis persoalan Korsel dengan frase kendala atau hambatan, melainkan sebuah tantangan. Artinya, di situ ada optimisme di dalam seluruh kesulitan yang dihadapi. Hal ini yang juga TGB lakukan saat pertama kali mendapat amanah memegang jabatan sebagai Gubernur NTB pada 2008.

"Inilah yang kami juga coba untuk bangun di NTB ketika pada 2008 Yang pertama yang ingin saya bangun itu optimisme. Saya yakin betul kalau kita punya optimisme, maka dunia ini akan bergerak dengan optimisme," ucapnya.

Sebagai seorang muslim, ia mengutip sebuah ungkapan yang menyebutkan takdir Allah SWT tergantung bagaimana prasangka hambanya.

TGB mengaku memberikan perhatian besar dalam tata kelola pemerintahan daerah yang baik, termasuk hal pengawasan keuangan dan pembangunan, di mana NTB memiliki 11 perda dan pergub sebagai sebuah regulasi yang terkait kebijakan pengawasan dan pencegahan korupsi.

"Kami punya keyakinan regulasi yang cukup memadai dan komprehensif itu akan sangat menbantu dalam menciptakan sistem yang baik untuk pemerintahan yang berkualitas," lanjut TGB.

Selain melengkapi regulasi, NTB juga memprioritaskan SDM berkualitas menempati segala lini yang ada di dalam Inspektorat Provinsi NTB, termasuk pada pucuk pimpinan di Inspektorat itu sendiri. Pimpinan yang memiliki potensi, inovasi dan integritas bisa menarik dan membangun lingkungan kerja yang berintegritas.

Selain melengkapi regulasi dan perkuatan internal di inspektorat, TGB menilai juga perlu membangun kerja sama antarlembaga, namun tetap dalam tupoksi dan kewenangan masing-masing.

"Janga coba-coba menggoda institusi lain sehingga mereka tidak konsisten dan tidak istiqomah," katanya.

TGB juga menyebutkan, NTB bersama Jawa Barat menjadi daerah yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama enam tahun berturut-turut. Ia menilai, pencapaian ini bukan berarti bebas dari tindakan koruptif, lantaran bisa saja ada kebocoran yang tidak terpotret BPK mengingat begitu banyak pengadaan barang dan jasa dalam setiap provinsi.

Namun, lanjutnya, penilaian BPK untuk opini WTP berbeda dengan sebelumnya yang hanya penyajian laporan keuangan, namun meningkat dengan dikaitkan juga dengan kinerja pembangunan. Artinya, kalau laporan disajikan sebagus mungkin, tapi pencapaian di lapangan tidak sesuai tidak masuk dalam prestasi tersebut

"Alhamdulilah setelah BPK melengkapi, NTB tetap juga WTP, artinya penyajian bagus dan ada buktinya juga di lapangan. Paling tidak ini menunjukan ada kedisplinan di dalam membangun administrasi keuangan yang lebih baik sebagai bagian dari upaya bebas korupsi," kata TGB menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement