Kamis 03 May 2018 15:42 WIB

700 Liter Tuak Diamankan di Semarang

Ratusan liter tuak diamankan dari sebuah mobil pikap.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Wakapolres Semarang, Kompol Cahyo Widyatmoko menunjukkan tersangka pembuat Tuak berikut barang bukti di Mapolres Semarang, Kamis (3/5).
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Wakapolres Semarang, Kompol Cahyo Widyatmoko menunjukkan tersangka pembuat Tuak berikut barang bukti di Mapolres Semarang, Kamis (3/5).

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Upaya untuk memberantas peredaran minuman keras (miras) oplosan dan sejenisnya, terus dilakukan aparat kepolisian di wilayah hukum Polres Semarang. Yang terbaru, aparat Polres Semarang mengamankan sebuah mobil pikap yang mengangkut 700 liter tuak -- dalam 35 jeriken di Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang.

Polisi juga mengamankan Ramot Simangunsong (42), warga Ambarawa --pemilik mobil-- yang merupkan pembuat minuman beralkohol ini. "Ratusan liter tuak ini, sedianya akan dipasarkan ke wilayah Ungaran dan Kabupaten Kendal," ungkap Wakpolres Semarang,Kompol Cahyo Widyatmoko, di Mapolres Semarang, Kamis (3/5).

Ia mengatakan, maraknya kasus miras oplosan yang merenggut korban jiwa di berbagai daerah, membuat jajaran Polres Semarang turut mewaspadai para produsen miras oplosan dan sejenisnya.

Berdasarkan pengakuan Ramot, tuak yang diproduksinya ini merupakan tuak khas Medan. Minuman beralkohol ini dibuat dari fregmentasi nira dengan campuran ekstrak kayu Raru.

Campuran ini menjadikan minuman tersebut memiliki efek memabukkan. Kendati merupakan beralkohol khas Medan, namun ia memproduksi dan dipasarkan di wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal.

"Pengungkapan ini, tidak lain menjawab untuk keresahan masyarakat yang melihat maraknya peredaran miras jenis tuak ini di berbagai wilayah di Kabupaten Semarang," tambah Wakapolres.

Cahyo juga mengatakan, untuk memproduk situak ini, Ramot membeli nira dari kampung- ke kampung di wilayah Sumowono. Tuak yang sudah diproduksi, selanjutnya dijual dengan harga Rp 10 ribu untuk satu teko. Peredarannya menyasar pedesaan serta wilayah- wilayah pinggiran.

"Ramot dijerat dengan Pasal 43 ayat (3) juncto Pasal 26 Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Semarang nomor 9 tahun 2013 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Keras Beralkohol," ujarnya.

Sementara itu, Ramot yang dikonfirmasi mengakui baru tiga bulan memproduksi dan menjual tuak ini. Namun ia menolak disebut sebagai produsen dan pengedar minuman keras.

Pasalnya minuman yang berbahan baku nira aren dicampur dengan kulit pohon raru ini adalah minuman tradisional yang telah diwariskan secara turun temurun.

"Resep pembuatannya ini kan dari nenek moyang kita dulu sudah ada. Di Sumatera minuman seperti ini sudah tradisi sebagai minuman penghangat," dalihnya.

Ia juga mengungkapkan, tuak yang dicampur dengan kayu raru ini akan membikin efek lebih pusing. "Bagi kami, ini bukan tergolong minuman keras," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement