REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota DPR Mukhammad Misbakhun menegaskan Indonesia harus memiliki Undang-Undang Konsultan Pajak untuk mereformasi sistem perpajakan sehingga menjembatani kepentingan Negara dengan para wajib pajak.
"Aturan mengenai konsultan pajak saat ini masih dalam tahap harmonisasi di Baleg (Badan Legislasi) DPR RI untuk disusun menjadi draft RUU Konsultan Pajak," kata Mukhammad Misbakhun saat menjadi pembicara pada seminar nasional "RUU Konsultan Pajak, Fasilitas Perpajakan Terkini dan Penegakan Hukum Perpajakan" di Medan, Rabu, seperti dikutip melalui siarannya persnya.
Menurut Misbakhun, yang juga anggota Baleg DPR RI, dirinya saat ini terus mendorong agar harmonisasi draft RUU Konsultas Pajak tersebut dapat segera selesai, sehingga dapat dibahas bersama oleh DPR RI dan Pemerintah.
Peran konsultan pajak, kata dia, harus diatur dalam sebuah undang-undang sebagai profesi yang harus memiliki keahlian, ilmu pengetahuan, dan sertifikasi tersendiri, seperti profesi lainnya yang sudah diatur dalam undang-undang.
Menurut Misbakhun, merujuk pada data Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), saat ini hanya ada sekitar 4.500 konsultan pajak di seluruh Indonesia.
Jumlah konsultan pajak itu, menurut Misbakhun, sangat kecil untuk menunjang kinerja Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan dibandingkan populasi Indonesia yang berpenduduk lebih dari 250 juta jiwa
"Idealnya jumlah konsultan pajak lebih dari 60 ribu konsultan. Jepang yang penduduknya jauh lebih sedikit dibandingkan penduduk Indonesia, memiliki 66.000 pegawai pajak dan 74.000 konsultan pajak," katanya.
Politisi Partai Golkar itu menambahkan, profesi konsultan pajak sangat erat kaitannya dengan kegiatan ekonomi dan perkembangan cara bertransaksi.
Menurutnya, perkembangan ilmu dan teknologi informasi berpengaruh signifikan terhadap kompleksitas perekonomian dan regulasinya.
Regulasi perpajakan yang kompleks, kata dia, membuat tingkat kebutuhan wajib pajak terhadap jasa konsultan pajak makin besar, yang konsekuensinya semakin tinggi tuntutan terhadap profesionalisme konsultan pajak domestik.
Misbakhun juga menyinggung, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) belum lama ini, maka kewenangan untuk menerima kuasa wajib pajak tidak lagi menjadi otoritas konsultan pajak.
Berdasarkan putusan MK tersebut, kini setiap pihak dapat menjadi kuasa dari wajib pajak asalkan memahami persoalan perpajakan.
"DPR dalam menyusun RUU Konsultan Pajak akan memperhatikan putusan MK itu," katanya.