REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Informasi soal tewasnya dua anak pascapembagian sembako di Monas dinilai simpang siur. Hal ini memberi kesan Polri tak siap untuk membuka informasi tentang kejadian ini.
“Saya termasuk yang menyayangkan informasi simpang siur. Bahkan cenderung ditutup-tutupi, oleh pihak panitia terkait dengan peristiwa ini, termasuk oleh polisi,” kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Selasa (2/5).
Dia mengatakan, polisi sempat memberikan informasi bahwa dua anak yang meninggal tersebut bukanlah anak yang ikut mengantre sembako pada acara tersebut. Sementara menurut keterangan keluarga, MJ (12 tahun) dan MR (10) meninggal usai mengantre sembako.
“Polisi mengatakan informasi dua anak meninggal itu hoaks. Tapi kemudian justru, sebenarnya polisi menebar hoaks yang menyatakan itu adalah hoaks,” ujarnya.
Ia juga mencontohkan, beberapa waktu yang lalu pihak kepolisian mengatakan kedua anak itu tidak dalam antrian and meninggal di luar pagar kegiatan. Selain itu, kepolisian juga sempat mengatakan korban memiliki keterbelakangan mental, walaupun hanya ada satu anak yakni MR yang mengalami keterbelakangan mental.
“Artinya yang memproduksi hoaks itu justru pihak kepolisian,” kata dia.
Perilaku polisi yang seperti itu, lanjutnya, memberikan kesan bahwa polisi ingin menutupi peristiwa ini. Yang pada akhirnya, juga berujung pada kepentingan politik salah satu pihak tertentu. “Itu fakta, nyata, dan terlihat,” tegasnya.
Oleh sebab itu, ia berharap polisi segera berhenti melakukan perlakuan yang kemudian ia anggap tak adil itu. Sebab, perlakuan seperti ini sangat mencoreng citra kepolisian yang berujung pada ketidakpercayaan masyarakat kepada institusi ini.
“Kepercayaan masyarakat kepada polisi sudah pada titik nadhirnya, dan sangat mengkhawatirkan, menurut saya. Karena justru polisi-lah yang memproduksi ketidakadilan hukum itu sendiri,” ungkapnya.