REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Komisi VII DPR RI menjadwalkan untuk memanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir, terkait pembicaraan keduanya yang terekam dan tersebar luas di media sosial. Wakil Ketua Komisi VII DPR Herman Khaeron yakin pembicaraan antara Menteri Rini dan Sofyan Basir bukan mengenai hal-hal yang bisa merugikan negara.
"Kami sudah mengagendakan rapat untuk mendengarkan penjelasannya," kata Herman di Batam, Kepulauan Riau, Senin (28/4).
Herman memastikan rapat dengan Menteri BUMN dan Dirut PLN masuk dalam agenda terpenting Komisi VII DPR RI pada masa sidang yang akan datang. DPR RI, kata dia, hanya meminta penjelasan. Bila perbincangan Rini dan Sofyan mengindikasikan pelanggaran UU, ia menyerahkannya kepada aparat kepolisian.
Meski begitu, Herman optimistis perbincangan antara Rini dan Sofyan tidak mengenai hal-hal yang dapat merugikan negara, sebagaimana klarifikasi Menteri dan Dirut PLN itu. Menteri BUMN menyampaikan klarifikasi, pembicaraan yang terekam itu dilakukan tahun lalu, terkait kerja sama pembangunan regasifikasi di Batam.
"Kami harap pembicaraan ini untuk kemajuan BUMN, PLN, dan Pertamina, bukan yang melanggar peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro dalam keterangan tertulis di Jakarta mengatakan, penggalan percakapan tersebut sengaja diedit sedemikian rupa dengan tujuan memberikan informasi yang salah dan menyesatkan. "Kementerian BUMN menegaskan bahwa percakapan tersebut bukan membahas tentang 'bagi-bagi fee' sebagaimana yang dicoba digambarkan dalam penggalan rekaman suara tersebut," ungkap Imam.
Percakapan utuh yang sebenarnya terjadi adalah membahas upaya Sofyan Basir memastikan PLN ikut serta dalam proyek terminal penampungan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Bojanegara, Serang, Banten. PLN ingin mendapatkan porsi saham yang signifikan. Dengan begitu, PLN memiliki kontrol dalam menilai kelayakannya, baik kelayakan terhadap PLN sebagai calon pengguna utama maupun sebagai pemilik proyek itu sendiri.
Dalam perbincangan yang dilakukan pada tahun lalu itu pun, Menteri Rini secara tegas mengungkapkan bahwa hal yang utama adalah BUMN dapat berperan maksimal dalam setiap proyek yang dikerjakan. Sehingga, BUMN dapat mandiri dalam mengerjakan proyek dengan penguasaan teknologi dan keahlian yang mumpuni.
Proyek penyediaan energi ini pada akhirnya tidak terealisasi karena memang belum diyakini dapat memberikan keuntungan optimal, baik untuk Pertamina maupun PLN. "Kami tegaskan kembali bahwa pembicaraan utuh tersebut isinya sejalan dengan tugas Menteri BUMN untuk memastikan bahwa seluruh BUMN dijalankan dengan dasar good corporate governance (GCG)," ujar Imam menegaskan.