Ahad 29 Apr 2018 04:28 WIB

Politikus Nasdem: Apa yang Dikhawatirkan dari Perpres TKA?

TKA yang dibutuhkan pemerintah yakni tenaga kerja yang memiliki keahlian.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
Tenaga kerja asing  (ilustrasi)
Foto: AP/Shizuo Kambayash
Tenaga kerja asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Nasdem Irma Suryani mengaku tidak memahami mengapa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing menjadi polemik. Lantaran, perubahan yang diatur untuk dipermudah itu hanya untuk TKA dengan posisi pemegang saham atau setara direksi.

"Jadi meski dipermudah untuk posisi ini juga tetap dibatasi, tidak boleh di posisi personalia atau HRD," kata dia kepada Republika.co.id, Sabtu (28/4).

Selain itu, lanjut Irma, TKA yang dibutuhkan pemerintah yakni untuk mengisi posisi yang memerlukan keterampilan khusus yang belum dimiliki pekerja lokal. Karena itu, ia mempertanyakan sejumlah pihak yang mempermasalahkan TKA.

"Jadi yang dikhawatirkan apa?," ungkap dia.

Soal adanya TKA yang dibawa investor Cina yang kemudian tidak sesuai pekerjaan dan menyalahi Undang-undang, menurut Irma, hal itu imbas dari tidak adanya kontrol baik oleh pemerintah daerah, pihak imigrasi, dan Kementerian Ketenagakerjaan. "Jadi jangan dikait-kaitkan dengan TKA ilegal atau TKA yang dibawa investor Cina dalam tiap proyeknya," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Muchtar Pakpahan mengatakan, saat ini gejolak-gejolak imbas kebijakan Peraturan Presiden 20/2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) mulai tumbuh. Menurut dia, gejolak itu muncul karena TKA dianggap sebagai ancaman bagi buruh lokal.

"Saya tidak dalam rangka memanas-manasi, tetapi gejolak buruh di lapangan itu sedang terjadi," kata Muchtar.

Dia mengatakan, gejolak tersebut muncul karena jumlah TKA yang berasal dari Tiongkok sudah banyak di sejumlah perusahaan. Jika gejolak tersebut tidak diredam maka dia khawatir akan timbul perilaku intimidasi terhadap TKA tersebut.

"Kalau nanti buruh Cina itu makin banyak, ya bisa jadi menimbulkan kekerasan di mana-mana. Bisa jadi buruh Cina itu diintimidasi di luar atau di dalam perusahaan," kata Muchtar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement