Jumat 27 Apr 2018 12:43 WIB

'Optimalkan Potensi Ekonomi Plastik'

Industri daur ulang plastik saat ini telah berkembang di Indonesia

 Bank Sampah Bumi Inspirasi mengajak masyarakat untuk peduli lingkungan dengan mendaur ulang sampah plastik dalam acara Salman Day Out Picnic di Masjid Salman ITB, Bandung, Ahad (10/4). (foto : Dede Lukman)
Bank Sampah Bumi Inspirasi mengajak masyarakat untuk peduli lingkungan dengan mendaur ulang sampah plastik dalam acara Salman Day Out Picnic di Masjid Salman ITB, Bandung, Ahad (10/4). (foto : Dede Lukman)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plastik menjadi bahan yang paling populer di dunia. Penggunaannya meningkat 20 kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Meskipun permintaan terus meningkat, berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF), hanya 5 persen dari plastik didaur ulang dengan efektif.

Sementara 40 persen berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, dan sisanya berakhir di ekosistem seperti lautan. Pengelolaan sampah jika tidak mulai dilakukan sejak sekarang, maka diprediksi tahun 2050 di lautan akan lebih banyak jumlah limbah plastik daripada ikan yang hidup di dalamnya.

Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI), Dini Trisyanti, dalam diskusi Kopi Sore bersama AQUA di Cikini, Jakarta mengatakan melawan polusi sampah plastik dapat dilakukan dengan mengoptimalkan potensi nilai ekonominya, salah satunya melalui model daur ulang. 

“Industri daur ulang plastik saat ini telah berkembang di Indonesia, terutama untuk jenis plastik yang memiliki nilai ekonomis seperti PET dan PP.  Tingkat daur ulang keduanya mencapai di atas 50 persen.  Sesungguhnya sampah memiliki nilai ekonomi jika terkelola dengan baik," ujar Dini dalam siaran persnya, Jumat (27/4).

Daur ulang sebagai tahapan penerapan model ekonomi circular dipandang dapat melawan sampah plastik. Rantai daur ulang menjadi kunci utama dalam penerapan ekonomi circular. 

"Dengan melakukan daur ulang sampah plastik, menggunakan kembali produk daur ulang sehingga dapat mengurangi penumpukan sampah di TPA. Model ini juga memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat serta dapat mendukung industri-industri pengolahan sampah.

Dalam kesempatan itu, Dini memaparkan hasil kajian SWI pada 2017 tentang Analisis Arus Limbah Indonesia, Rantai Nilai dan Daur Ulang. Terlihat bahwa  presentasi sampah kota di Indonesia, sebanyak 60 persen adalah sampah organik, 14 persen adalah sampah plastik, 9 persen sampah kertas, 4,3 persen metal dan 12,7 persen sampah lainnya (kaca, kayu dan bahan lainnya). 

SWI juga memetakan manajemen pengelolaan sampah yang diterapkan di sejumlah kota, bekerja sama dengan sejumlah asosiasi dan komunitas masyarakat, diantaranya Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ASOBSI) dan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI). Dalam memperkuat analisis, SWI melakukan studi lapangan di Jakarta sebagai representasi kota besar, dan Ambon sebagai representasi kota kecil di Indonesia, disertai wawancara di sejumlah toko barang bekas.

Pengelolaan sampah di Indonesia sendiri telah diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2008. Meski demikian, masih terdapat kendala dalam implementasi pengelolaan sampah. Sebagai bagian dari otonomi daerah, pengelolaan sampah berada dibawah yurisdiksi pemerintah daerah baik di tingkat kota maupun kabupaten. "Namun, pengelolaan yang tidak sempurna akan berdampak secara nasional bahkan menjadi persoalan global seperti temuan sampah plastik di lautan," tuturnya.

Oleh karena itu, data yang akurat diharapkan akan menjadi acuan dalam menyusun kebijakan, mengembangkan solusi dan perencanaan teknis yang tepat sasaran dan berpihak pada lingkungan. "Selanjutnya diperlukan sinergi untuk mendapatkan solusi yang efektif dalam mengelola sampah plastik. Permasalahan ini pada akhirnya dapat diselesaikan jika seluruh pihak memberikan kontribusi nyata," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement