REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meresmikan panti pijat tuna netra yang berlokasi di Gedung Siola lantai 1 pada Kamis, (26/4). Risma menyatakan, dibukanya panti pijat bagi tuna netra tersebut merupakan wujud dari cita-cita Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang ingin mensejahterakan seluruh kalangan warganya.
Risma mengatakan, panti pijat yang diresmikannya tersebut secara khusus di dedikasikan untuk warganya yang memiliki kekurangan dari segi fisik. "Saya ingin berbuat adil, agar saudara-saudara kita bisa mengakses kehidupan yang lebih baik. Sama halnya dengan orang pada umumnya," kata Risma di sela-sela peresmian.
Wali kota perempuan pertama di Surabaya tersebut mengatakan, agar kesetaraan semakin terlihat antara warga biasa dengan para difabel, ia juga berencana memberi ruang kepada mereka untuk bekerja di kantor Pemerintahan Kota Surabaya. Caranya, dengan memberi pelatihan keterampilan lain bagi penyandang difabel.
"Agar ada akses yang sama dengan warga pada umunnya. Mudah-mudah bisa terwujud," ujar perempuan kelahiran Kediri tersebut.
Risma juga berharap, suatu saat kelak panti pijat tuna netra yang berada di dalam bangunan sarat akan sejarah dan terletak di tengah kota, semakin banyak dikunjungi warga. "Semoga bisa menjadi destinasi bagi warga yang membutuhkan penyegaran dan jumlah pasien jauh lebih besar dari sebelumnya," kata Risma.
Risma juga berjanji akan terus menginovasi individu penyandang tuna netra dan menambah fasilitas bagi penyandang tuna netra lainnya. Sebab, kata dia, masih banyak hal yang perlu dikembangkan agar potensi mereka dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
"Tidak berhenti sampai di sini, kami akan terus menambah dan mengembangkan fasilitas bagi penyandang disabilitas lainnya," ujar mantan kepala Bappeko Surabaya tersebut.
Kepala Seksi Rehabilitas Penyandang Cacat dan SRBK Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya Agus Rosyd menuturkan, sejak soft launching pada 20 April 2018, cukup banyak pengunjung yang datang ke panti pijat tersebut. Rata-rata per hari jumlah pengunjung mencapai 8-9 orang.
Agus menjelaskan, jam pelayanan panti pijat tersebut mulai hari Senin-Sabtu pukul 09.00 WIB sampai 15.00 WIB. Sedangkan tarif pelayanan pijat, Pemkot mematok harga sesuai dengan kantong warga Surabaya.
"Untuk durasi 15 menit seharga Rp 25 ribu, 30 menit Rp 45 ribu dan 60 menit Rp 70 ribu," kata Agus.
Agus menyampaikan, saat ini ada 5 orang terapis pijat tuna netra yang terdiri dari 3 laki-laki dan 2 perempuan dengan usia produktif antara 25-55 tahun. Menurutnya, kemampuan kelima terapis tidak perlu diragukan karena mereka dibekali pelatihan dan mengikuti ujian untuk menjadi terapis.
Untuk membantu aktivitas penyandang tuna netra baik secara individu hingga pelayanan administrasi, Agus mengaku, pemkot telah menyediakan satu orang dari (Dinsos). Mereka bertugas mengawasi aktivitas dan membantu tugas mereka selama bekerja.
Agus menambahkan, bagi penyandang tuna netra dari Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) yang mana usia dan pendidikan masih memungkinkan untuk dikembangkan, maka pemkot akan memberikan pelatihan komputer braile. Tujuannya, agar mereka mampu mengembangkan profesinya serta mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kemampuan.
Saat ini, jumlah total anggota Pertuni sebanyak 150 orang. Namun, baru 20 orang yang dilibatkan dalam kegiatan dan program Pemkot Surabaya.