Kamis 26 Apr 2018 23:00 WIB

Ledakan Sumur Minyak Aceh Pernah Terjadi Pada 2015 dan 2017

Walhi imbau pemerintah menata pola penambangan minyak milik rakyat

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas Pertamina mengawasi saluran pembuangan cairan minyak (Lesser) dari lubang ledakan sumur minyak illegal warga di Desa Pasir Putih, Ranto Panjang Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Kamis (26/4).
Foto: Antara/Rahmad
Petugas Pertamina mengawasi saluran pembuangan cairan minyak (Lesser) dari lubang ledakan sumur minyak illegal warga di Desa Pasir Putih, Ranto Panjang Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Kamis (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyebut ledakan sumur minyak milik masyarakat di Aceh ini bukanlah yang pertama kali. Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Muhammad Nur mengungkapkan hal serupa pernah terjadi pada tahun 2015 dan 2017, namun tidak separah musibah kemarin.

Tragedi terbakar sumur minyak di Dusun Bhakti, Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur pada Rabu (25/4) lalu telah mengakibatkan 21 orang meninggal dan puluhan orang lainnya luka berat. Atas tragedi ini, WALHI Aceh memandang kejadian meledaknya sumur minyak rakyat ini tidak lepas dari kelalaian negara melindungi warga dalam pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA).

"Negara memberi kewenangan kepada pemerintah provinsi dalam urusan pertambangan, namun kewenangan tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh pemerintah provinsi Aceh," kata Muhammad Nur dalam keterangan persnya, Kamis (26/4).

Menurut dia seharusnya pemerintah provinsi hadir bukan saja untuk merespon bencana ekologis dan kemanusiaan, seharusnya pemerintah hadir jauh hari untuk menata pola penambangan minyak milik rakyat. Bagaimana rakyat mengelola sumur minyak sesuai prosedural hukum yang berlaku, sehingga tragedi kebakaran tidak terjadi.

Karena itu, WALHI memandang kebakaran sumur minyak ini terjadi mutlak akibat kelalaian pemerintah, yang mengabaikan tanggung jawab memfasilitasi rakyat mendapat modal dan pengetahuan yang cukup mengelola sumber daya minyak rakyat.

Dalam hal ini WALHI menilai Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pengawasan Minyak Aceh (BPMA) yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. "Dampaknya bukan hanya keselamatan kemanusian, namun juga kerusakan lingkungan," ujarnya.

Untuk itu, WALHI Aceh meminta kepada Gubenur Aceh untuk mengevaluasi kinerja dinas ESDM dan BPMA sehingga kasus serupa tidak terulang kembali masa akan datang. "Harapan kami kepada lembaga penegak hukum mengambil langkah tegas mengusut tuntas kasus ini sehingga menemukan aktor untuk dihukum sebagai tanggung jawab atas bencana kemanusian dan lingkungan hidup," imbuh Muhammad Nur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement