Kamis 26 Apr 2018 19:03 WIB

Hasil Investigasi Ombudsman: Banyak TKA Jadi Buruh Kasar

Menaker sebelumnya menyebut TKA yang boleh ke Indonesia adalah tenaga ahli.

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Andri Saubani
Komisioner Ombudsman Laode Ida (tengah) bersama Kabaintelkam Polri Komjen Pol Lutfi Lubihanto (kiri) dan Direktur Bina Penegakkan Hukum Ketenagakerjaan Iswandi Hari (kanan) melakukan jumpa pers terkait hasil investigasi penyelenggaraan pelayanan publik dalam rangka penempatan dan pengawasan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Jakarta, Kamis (26/4).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Komisioner Ombudsman Laode Ida (tengah) bersama Kabaintelkam Polri Komjen Pol Lutfi Lubihanto (kiri) dan Direktur Bina Penegakkan Hukum Ketenagakerjaan Iswandi Hari (kanan) melakukan jumpa pers terkait hasil investigasi penyelenggaraan pelayanan publik dalam rangka penempatan dan pengawasan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Jakarta, Kamis (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia menemukan ada ketidaksesuaian antara data resmi pemerintah mengenai Tenaga Kerja Asing (TKA) dan kondisi sebenarnya di lapangan. Salah satunya, Komisioner Ombudsman RI Laode Ida mengungkap, ada indikasi TKA yang berada di Indonesia kebanyakan melakukan pekerjaan kasar.

Padahal, sebelumnya Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyebut, tenaga asing yang boleh masuk ke Indonesia hanya pekerja skilled. Artinya, TKA yang datang ke Indonesia adalah tenaga ahli yang memenuhi syarat.

"TKA yang jadi buruh kasar ada di mana-mana. Di Morowali saja ada 200 orang yang jadi sopir," kata Laode, saat memaparkan hasil investigasi Ombudsman di kantornya, Kamis (26/4).

Baca: Menaker Tegaskan Perpres TKA Bukan untuk Buruh.

Investigasi tersebut dilakukan Ombudsman pada Juni-Desember 2017 di tujuh provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatra Utara dan Kepulauan Riau. Laode melanjutkan, TKA paling banyak ditemui di sektor pembangunan smelter dan konstruksi.

Di sektor-sektor tersebut, kata dia, biasanya pekerja dibagi ke dalam tiga tingkatan berdasarkan warna topi proyek yang dikenakan. Topi kuning untuk pekerja di level buruh, topi merah level supervisor, dan topi hijau level manajer.

"Harusnya TKA ada di hijau dan merah. Tapi 90 persen topi kuning," ujar Laode.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Sub Direktorat Wilayah Sulawesi BKPM Subhan menerangkan, izin untuk mempekerjakan tenaga asing di Indonesia sepenuhnya merupakan kewenangan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker). Namun begitu, Kemenaker biasanya akan meminta rekomendasi dari BKPM.

"Karena BKPM lebih tahu berapa jumlah TKA yang harusnya digunakan untuk proyek itu," kata dia.

Ke depan, Subhan memastikan BKPM akan mengevaluasi jumlah TKA di setiap proyek milik pemodal asing. Sebab, TKA sebenarnya hanya diizinkan bekerja selama tahap konstruksi saja.

Jika telah memasuki masa produksi, hanya TKA yang melakukan kegiatan pendampingan saja yang diizinkan untuk tetap berada di Indonesia. Sisanya, perusahaan harus mempekerjakan tenaga lokal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement