Rabu 25 Apr 2018 12:29 WIB

Kerusakan Lingkungan Penyebab Banjir di Bima

Kerugian sejumlah banjir bandang Rp 2 triliun.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Ani Nursalikah
Banjir melanda Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, NTB pada Senin (5/3).
Foto: Dok. BPBD NTB
Banjir melanda Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, NTB pada Senin (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kabupaten Bima menjadi salah satu wilayah di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang kerap dilanda banjir bandang. Wakil Bupati Bima Dahlan M. Noer mengatakan, kerugian yang menimpa Bima dari beberapa kejadian banjir bandang menyentuh angka Rp 2 triliun.

Dahlan menyampaikan hal tersebut saat membuka pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) terkait dengan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air dan Lahan (RPSDAL) di Gedung PKK Kabupaten Bima pada Rabu (25/4). Dahlan menyampaikan, FGD menjadi sarana menjalin sinergi perencanaan program yang memiliki manfaat berkesinambungan bagi masyarakat serta menjadi peretas aneka kendala yang mengiringinya.

"Sinkronisasi dan integrasi aksi penanggulangan pascabanjir bandang yang mengakibatkan kerugian dan kerusakan infrastruktur yang mencapai Rp 2 triliun mencakup perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi guna pengendalian kerusakan DAS, rehabilitasi hutan produksi pada kawasan hutan rakyat dan pembangunan prasarana konservasi tanah dan air," ujar Dahlan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, di Mataram, NTB, Rabu (25/4).

Dahlan menyebutkan, penyebab banjir di wilayah Bima disebabkan kerusakan lingkungan yang terjadi di daerah tangkapan air berupa alih fungsi lahan dan perambatan hutan dikonversi menjadi permukiman dan pertanian lahan kering. Dahlan menambahkan, pusat pengendalian pembangunan ekoregion Bali-Nusra bersama Pemkab dan Pemkot Bima telah menyusun dokumen rencana RPSDAL yang berisikan analisis daya dukung lingkungan dan arahan pengelolaan SDA, khususnya kegiatan pemulihan pascabanjir.

Menurut Dahlan, rencana pengelolaan sumber daya air dan lahan berhubungan erat dengan kuantitas maupun kualitas produksi pertanian serta sektor lain yang saling berhubungan, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan lahan berdampak pada semakin memburuknya kelestarian hutan dan ekosistemnya, serta untuk melihat seberapa jauh program dan kegiatan pemulihan lingkungan pascabanjir, hingga mengidentifikasi hambatan pelaksanaannya.

Dahlan mengharapkan, penyelenggaraan FGD melahirkan prioritas yang bersifat terpadu, dapat diselesaikan dalam waktu singkat, memberi manfaat yang berkesinambungan serta mempermudah dan mempercepat pengembangan usaha peningkatan eknomi terutama pada sektor pertanian dan sektor lainnya.

"Yang juga krusial untuk direncanakan adalah langkah-langkah strategis memupuk peran aktif dan kesadaran seluruh elemen menjaga dan melestarikan hutan serta memanfaatkan lahan, membangun jejaring koordinasi formal lintas institusi maupun informal dengan memberi ruang pada lembaga sosial kemasyarakatan yang profesional dan kredibel sehingga pada waktunya optimalisasi pengelolaan SDA dan lahan dapat direalisasikan tanpa kendala," kata Dahlan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement