Rabu 25 Apr 2018 00:41 WIB

Menimbang Tuntutan Ojek Daring

Ojek daring telah ikut menyelesaikan persoalan transportasi dan lapangan kerja.

Wartawan Republika, Hazliansyah
Foto: Dok. Pribadi
Wartawan Republika, Hazliansyah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hazliansyah*

Senin (23/4) siang, Fatur (36 tahun) hanya bisa pasrah ketika janji temunya tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Ia terpaksa datang terlambat karena transportasi andalannya, ojek daring mendadak jadi sudah didapat.

Padahal biasanya, dari Stasiun Gondangdia, tak lebih dari 30 detik ia sudah langsung mendapatkan ojek daring yang siap mengantarkan ke tempat kerjanya, di kawasan Medan Merdeka. Namun Senin lalu, semuanya berubah.  Ia harus menunggu lebih lama.

Ia sangat sulit mendapatkan ojek daring. Tarifnya juga naik. Jika biasanya hanya Rp 10 ribu, kemarin tarifnya naik menjadi Rp 16 ribu.

Fatur hanyalah satu dari sekian banyak masyarakat yang aktivitasnya terhambat karena mogoknya lebih dari 15 ribu pengemudi ojek daring. Mereka melakukan demo di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, kemarin. Masyarakat kehilangan transportasi andalan yang biasa mereka gunakan.

Memang tak dipungkiri, sejak hadirnya ojek daring pada 2015 lalu masyarakat jadi termudahkan. Masyarakat jadi memiliki pilihan sarana transportasi yang efisien, cepat, dengan harga yang relatif terjangkau, di tengah belum maksimalnya transportasi umum yang ada.

Kondisi inilah yang membuat ojek daring naik daun. Kepastian harga serta kemudahan dan efisiensi menjadi faktor yang membuat ojek daring begitu mudah diterima masyarakat.

Perlahan tapi pasti, ojek daring juga menjadi profesi baru favorit masyarakat. Tidak sedikit mereka yang beralih profesi menjadi ojek daring.

Pendapatan yang besar dengan berbagai bonus semakin membuat masyarakat memantapkan diri jadi pengemudi ojek daring. Rata-rata disebutkan, pendapatan pengemudi ojek daring bisa sama atau bahkan melebihi UMK di sejumlah wilayah di Indonesia. Mencapai Rp 3,3 juta per bulan.

Belum lagi dengan jam kerja fleksibel, yang bisa disesuaikan dengan keinginan sang pengemudi ojek daring. Membuat banyak karyawan ikutan terjun menjadi ojek daring sebagai sampingan untuk menambah penghasilan tambahan.

Hanya dalam waktu singkat, ojek daring benar-benar menjadi solusi. Baik bagi pengguna, maupun masyarakat yang menjadikannya lahan pekerjaan.

Hanya saja masalahnya, ketika suatu hal semakin besar, masalah lainnya baru akan bermunculan. Begitu juga di ojek daring. Ketika ojek daring semakin besar, masalah-masalah mulai bermunculan.

Inilah yang menjadi dasar para ojek daring melakukan aksi demonstrasi kemarin. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi tuntutan.

Pertama adalah soal pengakuan legal eksistensi, peranan, dan fungsi ojek daring. Mereka menuntut agar ojek daring dapat masuk menjadi bagian dari sistem transportasi nasional.

Kedua adalah penetapan tarif standar. Mungkin inilah yang menjadi perhatian paling besar para pengemudi ojek daring. Mereka menilai tarif Rp 1.200-Rp 1.600 per kilometer tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini. Dimana harga-harga naik hingga membuat biaya perawan motor dan bensin juga ikutan naik.

Persaingan antara pengemudi ojek daring.

Pada akhir Desember lalu, salah satu perusahaan aplikasi daring menyebutkan, jumlah mitra pengemudinya mencapai 900 ribu orang. Itu baru dari satu perusahaan. Belum dari perusahaan aplikasi daring lainnya yang tentunya jumlahnya bisa hampir sama.

Dengan jumlah pengemudi yang semakin bertambah, tentunya persaingan akan semakin ketat. Ujungnya pendapatan mereka menjadi berkurang.

Kemudian tuntutan yang ketiga, yakni perlindungan hukum dan keadilan bagi ojek daring. Mereka menuntut ojek daring juga sebagai bagian dari tenaga kerja Indonesia yang mandiri.

Sejatinya masalah-masalah ini sudah bisa diprediksi dan ditanggapi lebih awal oleh pemerintah. Keberadaan ojek daring yang memberikan manfaat besar, sudah selayaknya ditinjau dan mendapat perhatian lebih serius. Karena bagaimanapun, ojek daring telah memberikan banyak manfaat.

Hasil survei Pusat Kajian Komunikasi, Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia menemukan fakta bahwa ojek daring menjadi solusi teratas dalam memangkas jumlah pengangguran. Dimana ojek daring memberi peluang kerja, terutama bagi lulusan SMP dan SMA.

Tercatat 85 persen mitra atau pengemudi ojek daring memiliki tingkat pendidikan SMP hingga SMA sederajat. Dalam hal ini pemerintah tentu sangat terbantu.

Belum lagi efek lain dari ojek daring yang membuat industri kuliner ataupun UKM lainnya ikutan berkembang. Dengan layanan jasa antar barang, sektor-sektor lain jadi terangkat.

Hasil riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) bahkan menunjukkan bahwa ojek daring juga memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap perekonomian nasional. Jumlahnya mencapai Rp 9,9 triliun setiap tahunnya. Bahkan jumlahnya diprediksi akan semakin besar.

Dengan manfaat dan dampak yang begitu besar, sudah sepatutnya ojek daring mendapat perhatian serius. Karena jika tidak, bisa jadi permasalahan yang timbul akan semakin meluas.

Pemerintah harus bisa hadir dan memainkan perannya dengan baik. Tidak bisa lagi menutup mata terhadap satu hal yang begitu besar.

Pemerintah hanya memiliki dua hal opsi. Melarang atau mengatur ojek daring. Melarang tentu akan sulit dilakukan dengan kondisi ojek daring dan manfaatnya yang besar bagi masyarakat dan perekonomian nasional.

Pilihan paling memungkinkan adalah mengaturnya. Toh Presiden Joko Widodo juga telah memerintahkan Menteri Perhubungan menyelesaikan masalah ojek daring.

Namun jika mengubah peraturan masih dianggap membutuhkan waktu yang lama, penyesuaian tarif mungkin bisa dilakukan lebih awal. Pemerintah bisa mendorong agar penyedia aplikasi ojek daring bisa memberikan respons atas tuntutan mitranya untuk merumuskan skema terbaik untuk menaikkan pendapatan mitra pengemudi. Namun di sisi lain tidak memberatkan masyarakat sebagai konsumen.

Di momen ini, perusahaan penyedia aplikasi ojek daring sejatinya juga bisa memanfaatkannya untuk bisa menerapkan peraturan yang dapat lebih mengatur pengemudi ojek daring, agar dapat memberikan layanan yang lebih maksimal.

Kita tidak memungkiri jika masih banyak cerita-cerita minor dari sikap pengemudi ojek daring serta kualitas sepeda motor yang digunakan.

Karena jika harga yang ditetapkan masih masuk akal, dan layanan yang diberikan juga semakin baik, bukan tidak mungkin masyarakat semakin cinta dengan ojek daring.

"Ya gue sih nggak apa-apa tarifnya naik dikit, tapi ya layanan juga harus semakin baik," ujar Fatur.

*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement