Selasa 24 Apr 2018 14:38 WIB

Beda Pendapat Fadli-Fahri dan Bamsoet Soal Pansus TKA

Bamsoet siap memberikan penjelasan kepada Fadli dan Fahri terkait tenaga kerja asing.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Ketua DPR Bambang Soesatyo
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua DPR Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan DPR RI berbeda pendapat mengenai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenagar Kerja Asing. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dan Fahri Hamzah mendorong pembentukan panitia khusus (pansus) tenaga kerja asing, sedangkan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai tidak ada urgensinya. 

"Belum ada yang mendesak, apalagi dibuat sebuah hak angket,” kata Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (24/4).

Bamsoet mengatakan DPR akan mengakhiri masa sidang pada Kamis (26/4). Partai politik juga akan disibukkan dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018. Agenda politik berikutnya, yakni Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Karena itu, mantan ketua Komisi III tersebut mengimbau kepada rekan-rekannya di DPR untuk menjaga situasi agar tetap kondusif. Dengan demikian, dia menambahkan, partai-partai bisa lebih fokus bekerja untuk memenangkan pasangan masing-masing di daerah. 

“Agar fokus mendukung capres dan cawapres kita di 2019," katanya. 

Pada Senin (23/4) kemarin, Fadli mengatakan jika diperlukan DPR akan membentuk pansus angket TKA. Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua DPR lainnya, Fahri Hamzah. Fahri mengaku siap menandatangani usulan pembentukan panitia khusus (pansus) angket TKA jika dibutuhkan.

"Saya siap juga menandatangani (usulan angket) sebab terlalu banyak masalah,” kata dia. 

Beda pendapat soal ancaman atau peluang

Fadli dan Fahri berpendapat Perpres TKA itu akan memudahkan masuknya tenaga kerja asing sehingga menjadi ancaman bagi tenaga kerja lokal. Fahri mengatakan kedatangan pekerja kasar ke Indonesia selama ini sudah menyebabkan kecemburuan luar biasa ketika banyak orang yang belum bekerja. 

“Tiba-tiba Pemerintah mendatangkan pekerja asing tanpa alasan dan bertentangan dengan UU. Jadi ini kita tunggu saja," kata dia. 

Fadli menilai Perpres TKA melanggar undang-undang karena mengkhianati tenaga kerja lokal. “Tidak bisa tenaga kerja asing masuk dengan begitu mudahnya dengan melalui sebuah proses yang panjang, dan itu menurut saya mengambil jatah dari tenaga kerja kita," ujar dia. 

Fadli juga mengaku mendapat laporan bahwa tenaga kerja asing yang masuk termasuk tenaga kerja kasar (unskill workers). Karena itu, politikus Partai Gerindra tersebut mengimbau pemerintah untuk mencabut perpres yang menimbulkan polemik. Dia juga mendukung upaya gugatan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). 

photo
Fadli Zon (kiri) dan Fahri Hamzah. (Antara/Hafidz Mubarak A)

Sementara Bamsoet mengatakan Perpres TKA bukan untuk mempermudah masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Dia berpendapat aturan itu justru untuk menyederhanakan tahapan agar pemerintah bisa langsung segera mengambil keputusan dengan cepat.

Dia mengatakan perlu ada penyederhaaan tahapan masuknya tenaga kerja asing karena sekarang ini sudah memasuki era digitalisasi. Dengan demikian, dia mengatakan, perlu ada penyesuaian aturan yang tepat dengan proses komputerisasi modern.

“Sehingga diperlukan langkah-langkah kebijakan yang mempermudah, memperlancar masuknya persyaratan sampai meja yang berwenang di Indonesia ini tapi bukan untuk mempermudah tenaga kerja asing masuk," kata dia. 

Sebagai kolega, Bamsoet siap memberikan penjelasan kepada Fadli dan Fahri terkait pandangannya keduanya. "Jadi tidak mempermudah, pengetatan masih sama dengan sebelumnya," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement