Selasa 24 Apr 2018 10:14 WIB

Ojek Online Diminta Tunggu Kebijakan Pemerintah

Persoalan ojek online sudah bergulir selama tiga tahun.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Esthi Maharani
Perwakilan dari pengemudi ojek online melakukan audiensi dengan Komisi V DPR, Senin (23/4). Audiensi dilakukan di tengah unjuk rasa para pengemudi ojek online di Jakarta maupun dari berbagai daerah pada Senin hari ini di kawasan Senayan dan depan Gedung DPR.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Perwakilan dari pengemudi ojek online melakukan audiensi dengan Komisi V DPR, Senin (23/4). Audiensi dilakukan di tengah unjuk rasa para pengemudi ojek online di Jakarta maupun dari berbagai daerah pada Senin hari ini di kawasan Senayan dan depan Gedung DPR.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis mengingatkan, saat ini masyarakat, khususnya pengemudi ojek online (ojol), menunggu kebijakan afirmatif pemerintah terkait regulasi transportasi daring (online).

"Pemerintah tidak bisa menutup mata, tidak boleh diam karena ini sudah bergulir selama tiga tahun," kata Fary mengomentari Aksi 234 yang dilakukan pengemudi ojol di depan gedung DPR RI, Senin (23/4).

Menindaklanjuti aksi tersebut, ia mengatakan, Komisi V DPR RI segera menggelar rapat kerja dengan Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi pada Rabu (25/4). Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan, rapat akan membahas tuntutan dari para pengemudi ojol.

"Saya kira pelaku dan pemerhati tegas, meminta kejelasan dari pemerintah karena mereka merasa dimanfaatkan aplikator," ujar dia.

Selain itu, Fary mengatakan, Komisi V DPR RI segera mengundang perusahaan pengelola aplikasi. Menurut dia, pemerintah tak bisa diam saja melihat permasalahan yang sudah berlangsung selama tiga tahun itu. Fary berujar, setidaknya ada tiga tuntutan para pengemudi ojol. Pertama, perlindungan atau payung hukum bagi ojol sebagai bagian sistem transportasi publik.

Kedua, adanya rasionalisasi tarif atau penetapan standar tarif bawah sebesar Rp 3.000 hingga Rp 4.000 per kilometer dengan metode subsidi dari perusahaan aplikasi. Ketiga, status yang jelas bagi pengemudi ojol ihwal apakah sebagai mitra atau pekerja. Sebab, selama ini pengemudi ojol merasa dieksploitasi. Bahkan, pengelola aplikasi kerap mengeluarkan kebijakan sepihak tanpa mediasi dengan pengemudi ojol.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement