Senin 23 Apr 2018 22:37 WIB

450 Narapidana Unjuk Kebolehan Seni di TIM

Narapidana didatangkan dari Sabang hingga Papua memamerkan beragam kesenian.

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Ani Nursalikah
Fo
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Fo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 450 narapidana dari 35 lapas dan rutan seluruh Indonesia ikut andil dalam Indonesian Prison Art Festival (IPAFest) 2018 yang digelar 23-24 April di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Selama dua hari penuh, ratusan narapidana yang didatangkan dari Sabang hingga Papua memamerkan beragam kesenian dan hasil karya seperti seni tari, musik, band, kerajinan tangan, lukisan, kuliner.

Puncaknya adalah drama musikal merah putih narapidana dengan tema "Kami Berkarya Maka Kami Ada". Teater tersebut menampilkan 152 narapidana.

Mengusung tema "Bhinneka Tunggal Ika", IPAFest 2018 merupakan hasil pembinaan kepribadian kemandirian dengan balutan seni budaya yang disuguhkan narapidana dari seluruh nusantara. Teater musikal yang disajikan merupakan karya yang menyiratkan makna narapidana tetap warga Indonesia yang cinta merah putih serta memiliki semangat untuk menjadi warga negara yang diakui eksistensinya. Melalui buah karya nyata, narapidana ingin menunjukkan mereka adalah warga negara yang berprestasi dan mampu berkontribusi untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengatakan Indonesia memang dikenal dengan kesenian dan kebudayaannya. Bahkan seni dan budaya Indonesia pun telah banyak dikenal oleh negara lain.

Ketika penampilan seni dan budaya dilakukan seorang seniman atau artis maka hal tersebut adalah sesuatu yang lumrah. Akan tetapi saat kesenian dan kebudayaan tersebut ditampilkan para narapidana atau residivis maka penampilan itu adalah sesuatu yang luar biasa.

"Seni itu kan olah rasa. Ini adalah luapan paling dalam dari diri manusia. Dan harus dilakukan orang yang bebas tenang. Sekarang yang olah rasa para napi makanya kita pastikan pembinaan di lapas adalah benar adanya," ujar Wiranto ditemui di tempat acara, Senin (23/4).

Wiranto menjelaskan, dengan adanya penampilan seni dan berbagai karya yang ditampilkan narapidana, maka bisa diperlihatkan lapas dan rutan bukanlah tempat untuk penghukuman dan penyiksaan. Lapas atau rutan merupakan tempat mendidik para residivis untuk bisa kembali ke masyarakat setelah mereka mendapat kembali kesadaran bermasyarakat.

Melalui berbagai pelatihan dan pembinaan termasuk dalam olah rasa dalam kesenian, pemerintah berharap para narapidana diharap bisa kembali menumbuhkan rasa mereka dalam kehidupan bermasyarakat. "Perasaan paling penting digunakan di masyarakat. Dengan perasaan maka kehidupan bisa tenang dan damai. Kalai perasaan tumpul maka perkelahian dan kejahatan akan merajalela," ujar Wiranto.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan permasalahan lapas dan rutan yang padat dan bahkan melebihi kapasitas tidak jadi persoalan kritis dalam menjalankan pembinaan. "Walaupun tempat terbatas tapi kreativitas tidak boleh terbatas," ujar Yasonna.

Menurutnya, di lapas dan rutan para narapidana mendapatkan pelatihan dan pembinaa dalam hal kesenian mulai dari melukis, bermusik, dan kerajinan tangan lainnya sehingga para narapida yang berada di balik tembok dan jeruji dingin tetap bisa berkarya. Pembinaan yang lebih baik juga diharap bisa meminimalisir paradigma masyarakat yang kerap menilai bahwa narapidana yang berada di lapas dan rutan adalah mereka yang dihukum dan tidak mendapat kebebasan berkreasi.

Rangkaian acara IPAF est 2018 meliputi pameran hasil karya narapidana seperti pameran lukisan yang menampilkan 50 karya hasil narapidana, pameran arsip pemasyarakatan, pameran fotografi yang menyajikan sisi-sisi lain Pemasyarakatan, Talkshow Kami Berkarya Maka Kami Ada, serta kolaborasi musik narapidana dengan sejumlah musisi tcmama.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan Mardjoeki berharap IPAFest 2018 dapat memberikan motivasi bagi narapidana agar terpacu menjadi lebih baik dan dapat mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam program pembinaan narapidana.

Hal senada dikatakan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami. Dia mengataman bahwa kegiata ini sengaja membaurkan narapidana dengan masyarakat dalam rangka proses reintegrasi. Masyarakat bisa melihat langsung karya narapidana dan berinteraksi langsung dengan mereka sehingga menumbuhkan rasa percaya diri pada diri narapidana untuk kembali ke masyarakat nantinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement