Senin 23 Apr 2018 05:09 WIB

Ada Apa di Balik Kasus Miras Oplosan?

Jumlah korban tewas akibat miras bertambah.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Rahma Sulistya/ Red: Elba Damhuri
Puluhan ribu minuman keras (miras) termasuk miras oplosan hasil razia dua pekan lalu yang dilakukan Polres Bandung, Satpol PP Kabupaten Bandung dan instansi lainnya dimusnahkan di Alun-alun Cicalengka, Kabupaten Bandung, Kamis (19/4).
Foto: Republika/Muhammad Fauzi Ridwan
Puluhan ribu minuman keras (miras) termasuk miras oplosan hasil razia dua pekan lalu yang dilakukan Polres Bandung, Satpol PP Kabupaten Bandung dan instansi lainnya dimusnahkan di Alun-alun Cicalengka, Kabupaten Bandung, Kamis (19/4).

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA – Terlepas dari razia yang terus-menerus dilakukan pihak kepolisian belakangan, korban tewas akibat konsumsi minuman keras (miras) oplosan masih terus berjatuhan. Para pengamat menilai konsumsi miras oplosan sudah menjadi masalah sosial.

Pakar ilmu kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar mengatakan, persoalan miras oplosan bukan masalah pidana semata. Oleh karena itu, masalah ini harus diselesaikan dengan pendekatan terintegrasi. "Jangan hanya andalkan polisi," ujar Bambang, Ahad (22/4).

Dengan berulangnya kejadian ini, menurut Bambang, tindakan-tindakan polisi selama ini kemudian terasa sia-sia. "Polisi, bahkan mungkin aparat yang terkait dalam mengatasi masalah ini, belum mampu mengatasi akar masalahnya," ungkap dia. Seharusnya, kata Bambang, pemerintah menggencarkan pengawasan dan mengatur regulasi yang lebih ketat terkait peredaran miras ini.

Pandangan serupa disampaikan sosiolog Universitas Nasional Nia Elvina. "Saya kira fenomena seperti ini merupakan cerminan dari gejala depresi sosial di masyarakat kita," kata Nia, kemarin.

Ia berani menjamin, kebanyakan warga yang menjadi korban tewas miras oplosan hidup di bawah garis kemiskinan. Persoalan ekonomi, kata Nia, mendorong para korban mencari “penyelamat” sejenak untuk melupakan permasalahan mereka.

Nia memaparkan, mereka yang berusia antara 25-60 tahun dan mengonsumsi miras oplosan biasanya memang orang-orang yang memiliki masalah ekonomi, baik yang di desa maupun di kota. Sementara, mereka yang berusia 13-22 tahun dan mengonsumsi miras oplosan adalah mereka yang terkena pengaruh dari permasalahan ekonomi keluarga masing-masing.

"Harus diselesaikan dari akarnya, ekonomi, atau dengan kata lain lapangan kerja tersedia. Inflasi harus ditekan ke titik minim oleh pemerintah," kata Nia.

Gelombang kematian massal akibat miras oplosan tahun ini mulai mengemuka pada awal April ketika 34 warga Jabodetabek tewas selepas berpesta miras oplosan. Berselang sepekan, kematian massal akibat miras oplosan kembali terjadi di Jawa Barat yang merenggut 62 nyawa.

Kepolisian kemudian menggencarkan penangkapan produsen dan penjual miras oplosan melalui razia besar-besaran sejak dua pekan lalu. Kendati demikian, sejak 17 April hingga akhir pekan lalu, sebanyak lima pria lanjut usia di Bekasi meregang nyawa selepas mengonsumsi miras oplosan.

Dari Jawa Timur datang kabar kematian tujuh warga akibat miras di Banyuwangi sejak Jumat (20/4). Kendati demikian, menurut kepolisian setempat, baru seorang yang terkonfirmasi tewas akibat meminum miras oplosan. Pada saat bersamaan, tiga warga Surabaya juga tewas selepas mengonsumsi miras oplosan.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menyatakan, Polri serius dalam mengatasi permasalahan ini. "Sudah disampaikan oleh pimpinan Polri, dalam hal ini Wakapolri (Komjen Syafruddin), kapolda, dan kapolres semua harus aktif jangan sampai ada miras-miras ilegal lagi," kata Setyo.

Kembali maraknya miras oplosan, kata Setyo, menunjukkan bahwa bahan untuk membuat miras oplosan masih dijual bebas. "Ini momentum bagus untuk memperbaiki legislasi karena selama ini jual beli biang alkohol itu untuk campuran cat pernis boleh saja, tidak dicatat, tidak dilaporkan," ujar dia.

Untuk itu, Setyo mendorong DPR untuk membuat undang-undang tentang pengawasan alkohol. Dalam hal ini, metanol dan biang alkohol lainnya memerlukan pengawasan ketat.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal mengatakan, kejadian ini mengingatkan kembali pentingnya pengawasan semua pihak. Kebiasaan meminum miras ilegal dapat memicu tindak kejahatan lainnya, seperti pencurian, perampokan, kecelakaan kendaraan, dan tindakan asusila yang merugikan orang lain.

"Polri melakukan pengawasan terhadap lingkungan masing-masing dan pemerintah daerah membuat regulasi untuk mengatur hal ini sebagai bentuk pencegahan peredaran gelap miras oplosan," kata dia.

(wilda fizriyani/antara, pengolah: fitriyan zamzami).

Jumlah Korban Miras

Kab Bandung: 45 orang

Bekasi: 13 orang

Jakarta Timur: 10 orang

Jakarta Selatan: 8 orang

Depok: 8 orang

Kota Bandung: 7 orang

Sukabumi: 7 orang

Surabaya: 3 orang

Cianjur: 2 orang

Ciamis: 1 orang

Banguwangi: 1 orang

Banjarmasin: 1 orang

Sumber: Data Kepolisian 5-22 April

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement