REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia pendidikan kembali dihebohkan setelah video guru memukul seorang siswa SMK Kesatrian Purwokerto, Jawa Tengah, menjadi viral. Video menunjukkan seorang guru menampar siswanya dengan sangat keras. Bahkan diperkuat dengan video lain yang menunjukkan korban mencapai sembilan siswa.
"Tentu peristiwa ini kembali mencoreng dunia pendidikan Indonesia, segenap pengurus Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas kasus ini," kata Sekjen FSGI, Heru Purno melalui siaran pers kepada Republika.co.id, Sabtu (21/4) malam.
Heru menyampaikan, FSGI memandang kasus tersebut sebagai fenomena gunung es yang setiap saat dapat menjadi masalah besar di setiap sekolah. Jika pemerintah dan masyarakat tidak serius menanganinya, maka kekerasan dalam pendidikan masih akan terus terjadi. Kekerasan akan terus terjadi meski di dalam kelas yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik.
Menurutnya, kekerasan yang dilakukan seorang guru terhadap siswanya di Indonesia cukup sering terjadi. Hal ini terjadi karena para orang tua dan guru memiliki anggapan bahwa mendidik dan mendisiplinkan anak harus dilakukan dengan kekerasan.
"Apapun alasannya tindak kekerasan tidak dibenarkan, apalagi tindakan itu dilakukan guru terhadap siswanya," tegasnya.
Heru menjelaskan, alasan guru melakukan tindak kekerasan karena guru beranggapan bahwa kekerasan diperlukan untuk mendisiplinkan siswa. Jika guru beranggapan seperti itu maka akan selalu ada korban kekerasan di sekolah dan sulit memutus rantai kekerasan di sekolah.
FSGI menilai perilaku guru yang melakukan tindak kekerasan tidak mencerminkan kompetensi kepribadian sehingga diragukan keguruannya. Kompetensi kepribadian seorang guru memiliki indicator di antaranya kepribadian yang mantap dan emosi yang stabil. Adapun esensinya mesti bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial, norma agama dan peraturan perundangan yang berlaku.