Sabtu 21 Apr 2018 10:46 WIB

Dugaan Manipulasi Wajib Tanam Bawang Putih, Ini Kata KPK

Kualitas bibit bawang putih yang diberikan oleh pemerintah dinilai rendah.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau masyarakat proaktif melaporkan indikasi tindak pidana korupsi program pertanian.

"Kalau terjadi dugaan penyimpangan tentu harus dipertanggungjawabkan," kata juru bicara KPK Febridiansyah, di Jakarta, Sabtu (21/4).

Pernyataan Febridiansyah terkait program wajib tanam bawang putih bagi importir yang berpotensi terjadi manipulasi data.

Selain program wajib tanam, potensi manipulasi terjadi pada pengadaan bibit dan penyaluran alat mesin pertanian yang tidak tepat sasaran sehingga memicu protes petani, serta sejumlah pihak lain.

Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Yudi Ramdhan menegaskan akan menganalisa informasi terkait dugaan potensi kerugian negara pada program pertanian."Kita harus menunggu hasil pemeriksaan BPK dan perlu mencari tahu informasi ke unit yang memeriksa apakah masalah itu sedang diperiksa," ujar Yudi.

Yudi menuturkan, BPK menilai kewajaran pencatatan pelaporan pengelolaan keuangan termasuk subsidi pertanian.

Sebelumnya, salah satu kelompok petani di Babussalam, Aceh Abdurrahman (55) mengeluhkan kualitas bibit pertanian yang rendah, sehingga menjual dengan harga murah."Bibit pertanian yang diberikan pemerintah, kualitasnya sangat rendah," ujar Abdurrahman.

Anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto mendorong BPK mengaudit salah satu program Kementerian Pertanian, yakni wajib tanam bawang putih sebesar lima persen dari kuota impor yang diizinkan bagi importir.

Wihadi mengkhawatirkan data wajib tanam bagi impor terjadi manipulasi, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan terhadap laporan realisasi wajib tanam.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement