REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mendukung adanya usulan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket Tenaga Kerja Asing (TKA). Pansus itu pertama kali diusulkan oleh pimpinan DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon sebagai akibat diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang TKA.
"Terkait usulan tersebut, saya kira bisa ditindaklanjuti dengan membicarakan dengan lintas fraksi dan komisi di DPR. Yang jelas, jika sesuai dengan ketentuan yang ada, wacana tersebut tentu sangat mungkin diwujudkan," ujar Saleh saat dihubungi wartawan, Jumat (20/4).
Menurut Saleh, Pemerintah memang dinilai memberi kelonggaran kepada para TKA masuk ke Indonesia dengan adanya Perpres tersebut. Padahal, Panitia Kerja (Panja) TKA yang dibentuk sebelumnya dan telah fokus menyoroti pengawasan TKA, meminta Pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap TKA. Namun alih-alih meningkatkan pengawasan, justru Pemerintah memberi kelonggaran dengan adanya Perpres 20/2018.
Ia mengungkap, setidaknya ada beberapa poin penting dalam rekomendasi panja TKA yang mendesak pembentukan satuan tugas penanganan tenaga kerja asing ilegal beserta penerapan sanksi tenaga kerja asing ilegal. Panja juga, kata dia, mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk merevisi Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing juga mendesak pemerintah agar memprioritaskan tenaga kerja lokal.
"Karena hasil rekomendasi panja komisi IX itu belum begitu diperhatikan, wajar jika kemudian ada yang ingin menaikkan fungsi pengawasan DPR ke level yang lebih tinggi dalam bentuk pansus," ujar Saleh.
Ia juga menilai, jika usulan tersebut serius dilakukan lantaran diusulkan oleh pimpinan DPR. Sebab Pemerintah dianggap lalai dalam hal mengawasi TKA.
Kelihatannya, rekomendasi panja itu belum maksimal dilaksanakan. Malah terkesan aneh jika kemudian presiden mengeluarkan Perpres 20/2018. Komisi IX meminta tingkatkan pengawasan, pemerintah malah memberikan kemudahan," katanya.
Namun demikian, jika usulan Pansus itu direalisasi, ia mendesak agar tujuan Pansus tersebut harus tetap untuk memperbaiki sistem ketenagakerjaan Indonesia.
Bahkan, Pansus itu nanti sekalian aja mengusut penggunaan TKA yang konon banyak di proyek-proyek investasi asing di daerah. Pemerintah tidak perlu khawatir. Kalau memang tidak ada, kan pansus ini sendiri nanti yang menjelaskan ke publik bahwa TKA itu tidak ada," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PAN tersebut.
Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri meminta masyarakat untuk tidak terlalu mengkhawatirkan serbuan TKA seiring dengan Peraturan Presiden Nomor 20/2018 tentang TKA. "Khusus untuk TKA, saya minta masyarakat tidak usah terlalu khawatir. Khawatir sih boleh, tetapi tidak boleh berlebihan karena pasti enggak baik," katanya di Semarang, Jawa Tengah, Jumat.
Hanif menjelaskan Perpres TKA hanya mengatur atau menyederhanakan prosedur dan birokrasi perizinan TKA. Sehingga, proses pengurusan izin TKA untuk bekerja di Indonesia tidak perlu lagi berbelit-belit.
"Perpres TKA hanya mengatur atau menyederhanakan prosedur dan birokrasi perizinan TKA-nya, tetapi bukan membebaskan. Jangan salah paham," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Jadi, kata dia, yang disebut memudahkan hanya dari sisi prosedur dan birokrasi, bukan membebaskan. Sebab, selama ini proses pengurusan izin TKA melibatkan banyak kementerian sehingga cenderung berbelit-belit.
"Selama ini, proses pengurusan izin TKA relatif berbelit-belit, melibatkan banyak kementerian sehingga menghambat investasi. Kenapa ini penting, karena kita tentu ingin investasi terus meningkat," katanya.
Seiring dengan meningkatnya investasi, kata dia, akan menciptakan semakin banyak lapangan pekerjaan di Indonesia yang tujuan utamanya memang untuk kepentingan rakyat Indonesia agar bisa bekerja.
"Jumlah investasi naik, tentu jumlah TKA pasti meningkat. Tetapi, jumlah TKA di Indonesia dibandingkan TKA di negara lain masih tergolong kecil," katanya saat ditanya meningkatnya jumlah TKA di Indonesia.