Kamis 19 Apr 2018 18:04 WIB

Ribuan Kosmetik Ilegal Diamankan BBPOM Surabaya

Ribuan bungkus kosmetik yang disita dijual dengan harga Rp 5.000 hingga Rp 15 ribu.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas BPOM menunjukan barang sitaan saat rillis kosmetika impor ilegal dan kosmetika mengandung bahan berbahaya di Kantor BPOM, Jakarta, Selasa (6/12).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas BPOM menunjukan barang sitaan saat rillis kosmetika impor ilegal dan kosmetika mengandung bahan berbahaya di Kantor BPOM, Jakarta, Selasa (6/12).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya menggelar inspeksi mendadak di Darmo Trade Centre (DTC) Surabaya, Kamis (19/4). Dari inspeksi tersebut, BBPOM Surabaya mengamankan ribuan bungkus produk kosmetik impor ilegal, yang terdiri atas sekitar 200 jenis.

"Kita lakukan di DTC di lantai satu ada dua tempat yang sudah kami lakukan razia atau pengungkapan masalah kosmetika tanpa izin edar. Jumlahnya lumayan banyak, hampir 200 item lebih. Kalau PCS-nya ribuan," Kepala BBPOM Surabaya, Sapari, di sela inspeksi tersebut.

Sapari mengungkapkan, ribuan bungkus kosmetik yang disita tersebut di jual dengan harga Rp 5.000 hingga Rp 15 ribu. Produk tersebut diyakininya berasal dari wilayah-wilayah luar Jatim, seperti Batam, dan bahkan ada yang masuk dari luar negeri.

Sapari mengatakan, kosmetik tersebut diamankan petugas karena mengandung bahan seperti mercuri, yang sangat berbahaya. Apalagi kalau digunakan untuk wajah. Bahkan, menurutnya ada juga jenis kosmetik yang sudah dilarang, tapi masih beredar.

"Ini jadi perhatian kita dan peran serta masyarakat perlu termasuk di Polda dan Polrestabes. Karena saya yakin masyarakat awam tidak tahu dampaknya. Casingnya mewah, murah, tapi berbahaya ini," ujar Sapari.

Sapari mengungkapkan, BBPOM Surabaya saat ini tengah melakukan pendalaman terkait siapa dalang di balik beredarnya kosmetik berbahaya tersebut. Jika ditemukan, menurutnya pelaku bisa disangkakan UU kesehatan nomor 36 tahun 2009, dimana sanksinya adalah 15 tahun penjara, dan denda Rp 1,5 miliar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement