Kamis 19 Apr 2018 12:19 WIB

Miras Oplosan Cicalengka Diduga Beredar Hingga Jakarta

Pemilik bunker miras oplosan di Cicalengka sudah beroperasi 20 bulan.

Rep: Arif Satrio N/ Red: Indira Rezkisari
Adik dari korban minuman keras (miras) oplosan menangis di rumah duka setelah dibawa dari Rumah Sakit Umum Daerah Cicalengka (RSUD), Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (13/4).
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Adik dari korban minuman keras (miras) oplosan menangis di rumah duka setelah dibawa dari Rumah Sakit Umum Daerah Cicalengka (RSUD), Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (13/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peredaran minuman keras (miras) oplosan yang diproduksi di Cicalengka, Jawa Barat, diduga sampaik ke DKI Jakarta. Polisi menyebut dugaan tersebut didasarkan dari proses produksi miras oplosan.

"Karena penjualan ini secara tertutup," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (19/4).

Setyo mengungkapkan, terdapat sejumlah warung yang tampaknya tidak menjual miras. Namun ketika didatangi, warung tersebut ternyata menjual miras yang hanya bisa dibeli oleh pelanggan tertentu. Artinya, penjualan miras dengan cara tersebut lebih tersembunyi dan tidak termonitor secara jelas.

Pelaku pemilik bunker oplosan di Cicalengka atas nama Samsudin Simbolon telah ditangkap oleh kepolisian pada Rabu (18/4) kemarin. Menurut Setyo, bunker miras oplosan Samsudin sudah meracik miras lebih dari 20 bulan. "Sekitar 23 bulan kalau tidak salah ya," ucap Setyo.

Samsudin ditangkap di Sumatera Selatan dan langsung dibawa ke Polda Jawa Barat. Samsudin akan disangkakan dengan sejumlah pasal. Di antaranya akan terkena UU Pangan Nomor 18 tahun 2018 yang menyebut bahwa apabila dalam suatu pangan mengandung zat mematikan, maka pembuat pangan tersebut terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Selain itu, Samsudin juga akan dikenai pasal 204 KUHP, yang menyebutkan bahwa seseorang yang menjual sesuatu yang sifatnya berbahaya dan menyebabkan kematian akan dihukum penjara hingga 20 tahun. Sedangkan untuk pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, kepolisian masih menimbang konstruksi pasal tersebut.

"Apakah betul-betul ada niat di situ tentang perencanaan untuk melakukan pembunuhan karena itu tidak semudah yang kita bayangkan," ujar Setyo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement