REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan pemungutan suara Pemilu 2019 tetap akan diselenggarakan di negara-negara yang tengah berkonflik. Dengan begitu, WNI tak perlu khawatir kehilangan hak pilihnya.
"Kami tetap membuat panitia pemilihan luar negeri (PPLN) di sana, misalnya, di Libya, " jelas Ketua Pokja Pemilu Luar Negeri KPU, Wajid Fauzi, kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/4).
Jika tak ada kendala keamanan, pemungutan suara Pemilu 2019 tetap akan digelar di kantor KBRI. KPU telah menyiapkan alternatif lain andaikan kondisi negara setempat tidak kondusif.
"Seandainya tidak digunakan TPS, kami akan gunakan KSK dengan cara jemput bola (ke tempat tinggal para WNI). Dengan demikian diharapkan WNI tidak menghadapi risiko keamanan," ungkap Wajid.
KPU menargetkan partisipasi pemilih di luar negeri bisa mencapai 50 persen pada Pemilu 2019. Pada 2014 lalu, partisipasi pemilih di luar negeri tergolong relatif rendah, yakni berkisar antara 33 persen sampai 35 persen.
Selain akan memfasilitasi pemegang hak suara di negara-negara rawan konflik, KPU juga tengah melaksanakan pencocokan dan penelitian (coklit) serentak data pemilih Pemilu 2019 di dalam dan luar negeri. Gerakan coklit serentak dimulai pada Selasa dan digelar hingga 17 Mei 2018 mendatang.
Wajid mengungkapkan, coklit serentak di luar negeri dilaksanakan di 130 kantor perwakilan Indonesia yang ada luar negeri. Objek coklit adalah daftar penduduk pemilih potensial pemilu luar negeri (DP4LN) sebanyak 2.049.708 pemilih. Data ini dicocokkan dengan data pemilih tetap luar negeri (DPTLN) Pemilu 2014 yang tercatat sebanyak 2.038.711 pemilih.
Coklit serentak di luar negeri dilaksanakan oleh 1.200 panitia pemutakhiran data pemilih (pantarlih). Jumlah ini terdiri dari 598 pantarlih di TPS, 463 pantarlih untuk Kotak Suara Keliling (KSK), dan 139 pantarlih untuk pos.