Rabu 18 Apr 2018 01:16 WIB

LPSK-KPK Sepakat Perkuat Perlindungan Saksi

Nota kesepahaman perlindungan saksi dilakukan oleh ketua KPK dan ketua LPSK.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai (kedua kiri) memberikan keterangan kepada wartawan seusai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/10). LPSK bertemu KPK untuk membahas perpanjangan nota kesepahaman kerja sama terkait perlindungan saksi dan korban.
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai (kedua kiri) memberikan keterangan kepada wartawan seusai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/10). LPSK bertemu KPK untuk membahas perpanjangan nota kesepahaman kerja sama terkait perlindungan saksi dan korban.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepakat untuk memperkuat perlindungan saksi, pelapor (whistleblower), saksi pelaku yang bekerja sama (justice collabolator), dan ahli. Penguatan perlindungan saksi itu menjadi salah satu poin penting yang terkandung dalam nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani Ketua LPSK dan Ketua KPK di Kantor LPSK, Jakarta, Selasa (17/4).

LPSK dalam siaran persnya menyebut MoU ini menjadi penting karena MoU terakhir antara kedua lembaga ini sudah berakhir sejak 2 tahun lalu. "MoU ini akan menjadi dasar kerja sama kedua lembaga ini, apalagi ada perluasan ruang lingkup dari MoU sebelumnya," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, Selasa.

Selain terkait perlindungan saksi tipikor, MoU ini juga menyangkut penerapan dan peningkatan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), pemetaan titik rawan gratifikasi dan pengendalian gratifikasi, serta sosialisasi pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Kerja sama LPSK dan KPK sendiri sebenarnya sudah sering dilakukan oleh KPK dan LPSK, termasuk beberapa kasus yang masih berjalan. Namun, MoU ini akan menjadi payung kerja sama operasional dalam perlindungan saksi tipikor, khususnya yang perkaranya ditangani oleh KPK.

"MoU ini juga memperjelas pembagian ranah tugas antara KPK dan LPSK karena tugas dan fungsi kedua lembaga ini memiliki irisan", jelas Semendawai.

Semendawai menjelaskan, bahwa baik LPSK dan KPK lahir dari semangat yang sama pada masa reformasi. Yakni, adanya penegakan hukum yang bersih, termasuk pengungkapan kasus korupsi melalui keterangan saksi.

Apalagi sebagai kejahatan luar biasa, pengungkapan kasus korupsi tentunya memerlukan cara-cara yang juga luar biasa. Di antaranya melalui keterangan justice collabolator.

"Sementara penetapan seorang tersangka korupsi sebagai justice collabolator hanya bisa dilakukan oleh penegak hukum yang menangani, termasuk KPK. Maka kerja sama menjadi penting, KPK menetapkan siapa saja yang bisa menjadi justice collabolator, LPSK yang melindungi," urai Semendawai.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyambut gembira dan menganggap penting MoU ini karena lembaga antirasuah ini tidak akan mampu sendirian melakukan upaya pemberantasan korupsi. Agus mengatakan, harus ada dukungan lembaga lain agar pemberantasan dan pencegahan korupsi bisa optimal.

Apalagi, KPK mengakui bahwa mereka bisa menindak dengan tepat karena adanya laporan masyarakat. Di mana, laporan paling akurat biasanya berasal dari pihak yang dekat dengan pelaku korupsi.

"Sementara di sisi lain posisi mereka, terutama yang dekat dengan pelaku, pastinya akan rentan jika tidak dilindungi. Maka perlindungan kepada mereka menjadi penting", ujar Agus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement