Jumat 13 Apr 2018 15:43 WIB

WWF: Pembangunan Infrastruktur Picu Deforestasi

Deforestasi banyak terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Winda Destiana Putri
Hutan
Foto: rtr
Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana Lingkungan Hidup, World Wildlife Fund (WWF) Indonesia menyebutkan bahwa deforestasi di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Salah satu yang memicu terjadinya deforestasi adalah pembangunan infrastruktur yang membuka akses menuju hutan.

Director of Policy, Sustainability and Transformation WWF Indonesia Aditya Bayunanda menyebutkan, deforestasi banyak terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan, bahkan hingga memasuki wilayah Taman Nasional. "Biasanya keterkaitannya erat dengan akses, begitu ada akses jalan, tempatnya relatif topografi datar, itu ancamannya cukup tinggi," ujar Aditya kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (13/4).

Ia menjelaskan, deforestasi banyak disebabkan oleh penanaman sawit secara ilegal. Pembangunan infrastruktur telah membuka akses bagi para oknum untuk masuk ke hutan dan merambah lahan, kemudian membuat perkebunan sawit ilegal. Hal ini telah banyak terjadi di Taman Nasional Teso Nilo di Riau dan Taman Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah.

"Makanya kita juga harus hati- hati saat kita membangun infrastruktur, kita siap tidak dengan akibat- akibatnya," kata Aditya.

Menurut Aditya, deforestasi yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan banyak dilakukan oleh oknum yang berasal dari daerah perkotaan, seperti anggota DPRD, pengusaha-pengusaha maupun pejabat Pemda. Mereka memanfaatkan terbukanya akses untuk mencari keuntungan dari perambahan hutan.

Untuk oknum-oknum tersebut, kata Aditya, tentunya pemerintah perlu melakukan penegakan hukum dan memberikan efek jera kepada mereka. Sementara masyarakat kecil di sekitar hutan yang melakukan perambahan umumnya disebabkan karena kebutuhan hidup yang mendesak serta ketidaktahuan.

"Kalau konteks masyarakat, ini harus kita cari solusi bagaimana mengatasi ketelanjuran. Kan dimana-mana banyak sekali. Makanya perlu ada terobosan," jelasnya.

Dalam laporan yang dirilis tahun lalu, WWF memprediksi Kalimantan akan kehilangan 75 persen luas wilayah hutannya pada 2020 menyusul tingginya laju deforestasi. Dari sekitar 74 juta hektar hutan yang dimiliki Kalimantan, hanya 55 persen yang tersisa pada 2015. Jika laju penebangan hutan tidak berubah, Kalimantan diyakini akan kehilangan 6 juta hektar hutan hingga 2020. Artinya hanya kurang dari sepertiga luas hutan yang tersisa.

Sementara itu secara global, laporanWWF Living Forest Report menyebutkan, lebih dari 170 juta hektar hutan dapat hilang pada kurun waktu antara tahun 2010-2030, pada wilayah-wilayah yang disebut sebagai deforestation fronts, jika tren kehilangan hutan saat ini tidak berubah. Laju hilangnya hutan harus dihentikan hingga mendekati nol pada tahun 2020 untuk menghindari dampak perubahan iklim dan kerugian ekonomi yang akan ditimbulkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement