REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengharapkan Bank Muamalat tidak disudutkan dengan kabar-kabar yang tak berbasis fakta dan data. Legislator Golkar itu justru menginginkan bank murni syariah pertama di Indonesia tersebut bisa maju dan berkembang.
Misbakhun menyatakan hal itu ketika rapat dengar pendapat (RDP) Komisi XI DPR dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Muamalat di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (11/04). "Begitu kita bicara tentang Bank Muamalat ini, saya ingin memberikan penguatan kembali bahwa di Bank Muamalat ini tidak ada permasalahan mengenai likuiditas," kata Misbakhun.
Merujuk catatan OJK, ada sejumlah pihak pemilik saham Bank Muamalat. Yang pertama adalah Bank Pembangunan Islam atau The Islamic Development Bank (IDB) dengan 32,74 persen saham.
Selanjutnya ada Boubyan Bank dan National Bank of Kuwait dengan komposisi kepemilikan sebesar 30 persen. Sedangkan Saudi Economic and Development Company (SEDCO) memiliki 17,91 persen saham.
Sisanya adalah pemilik perorangan dengan porsi 19 persen saham. Rinciannya, 12,58 persen perorangan di dalam negeri dan 6,23 persen perorangan di mancanegara.
Misbakhun menegaskan, Bank Mualamat secara fundamental pendanaan cukup kuat. Karena itu Misbakhun tak ingin Bank Muamalat stagnan.
“Tetapi terus berkembang maju dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, memberikan dorongan-dorongan di sektor riil, kredit dan kemudian melalui mekanisme pembiayaan syariah,” cetusnya.
Mantan pegawai Kementerian Keuangan itu menambahkan, sistem perbankan syariah sebenarnya bukan untuk orang Islam semata. Sebab, siapa pun bisa memanfaatkannya.
"Hanya metodologinya tidak menggunakan bunga tapi prinsip-prinsip syariah harus ada mudarabah, musyarokah dan sebagainya," jelasnya.
Karena itu Misbakhun juga mewanti-wanti OJK agar mencermati betul calon investor yang hendak masuk ke Bank Muamalat. Menurutnya, jangan sampai investor masuk ke sektor perbankan syariah tanpa pengalaman tapi hanya karena fanatisme.
“Apakah mereka ini mempunyai experience (pengalaman, red) di sektor perbankan. Apalagi bank yang sifatnya sangat spesifik seperti bank syariah,” tegasnya.
Dalam RDP itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan bahwa persoalan yang dialami Bank Muamalat adalah keterbatasan modal. Akibatnya, Bank Muamalat stagnan karena tak ada dana untuk melakukan ekspansi.
“Bank ini berkembang dengan stagnan karena ketika mau melakukan ekspansi seharusnya mendapatkan tambahan modal, sementara pemegang saham yang exsisting saat ini karena keterbatasan penyertaannya di Bank Muamalat tidak bisa menambah modal lagi," jelasnya.
Meski demikian OJK memastikan Bank Muamalat masih beroperasi normal. Bahkan, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Muamalat meningkat dari 12,74 persen pada 2016 menjadi 13,62 persen pada 2017.
"Permodalan masih bisa dijaga di atas minimum ambang batas dari regulator," sebut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.