REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Selasa (11/4) ini, genap setahun kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Setahun kasus ini terjadi, Polri selaku pihak yang bertanggung jawab mengungkap kasus ini belum mendapatkan sekedar nama tersangka.
Meski demikian, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menyatakan, kasus ini tidak menyebabkan mengendurnya 'kemesraan' Polri dan dan KPK.
"Jadi hubungan kami sangat mesra, kami paham bahwa semua/effort, kerja seluruh kelembagaan kepolisian dan KPK adalah representasi untuk rakyat bagaimana negara ini makin maju dalam rangka penegakan hukum," ujar Iqbal di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Rabu (11/4).
Sekembalinya Novel Baswedan dari Singapura menurut Iqbal memberikan angin segar bagi Polri. Pasalnya, dengan kembalinya Novel ke Indonesia pun diharapkan dapat memberikan keterangan tambahan bagi Polri untuk mengungkap kasus ini. "Kami doakan sodara NB makin sehat semakin banyak memberikan keterangan," kata Iqbal.
Terkait lamanya pengungkapan kasus ini, Iqbal masih memberikan dalih yang sama seperti keterangan Polri sebelumnya. Setiap kasus memiliki karakteristik masing-masing.
Kasus Novel, menurut Iqbal berdasarkan fakta dan bukti di lapangan, masih belum dapat menunjukkan adanya petunjuk tersangka dalam kasus tersebut. Meskipun, Iqbal juga mengklaim Polri sudah melakukan proses sesuai prosedur dalam mengungkap kasus ini.
Polda Metro Jaya, yang melakukan penanganan kasus ini pun menurut Iqbal, sudah mengalami kemajuan. "Progress puluhan saksi sudah diperiksa, bukti petunjuk sudah diperiksa, kami tidak main-main," ujar dia.
Wacana pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) berulang kali diembuskan oleh publik. Namun, Polri tetap memberikan jawaban bahwa TGPF tidak diperlukan.
Polri lebih memilih agar setiap informasi yang didapat masyarakat maupun lembaga manapun diserahkan kepada Polri, yang memegang teknis penyelidikan. "Tunjukkan, datang ke kami, tunjukkan beberkan bisa diam diam bisa terbuka. Itu sangat bantu kami mengungkap," kata Iqbal.
Iqbal justru meminta masyarakat untuk menghormati sejumlah lembaga pengawas yang sudah ada, yakni Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Ombudsman, serta termasuk pula Tim Pemantau buatan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia. "Pandangan kami untuk apa tim lain, berikan saja info ke kami," ujar Iqbal.
Kasus Novel berada dalam penanganan Polda Metro Jaya. Hingga kini bukti-bukti yang diperoleh polisi masih belum bisa menunjukkan titik terang pelaku penyiraman Novel. Meskipun, sketsa wajah terduga pelaku telah dibuat. Polri bahkan sempat meminta bantuan kepolisian Australia, namun hasilnya juga belum menunjukkan adanya satu tersangka pun.
Novel Baswedan mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis Asam Sulfat atau H2SO4 pada Selasa 11 April 2017. Ia diserang usai menunaikan Salat Subuh di Masjid dekat kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Novel pun menjalalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan luka di matanya imbas penyerangan itu. Hingga akhirnya, Novel pulang pada Kamis 21 Februari 2018 lalu.