Rabu 11 Apr 2018 15:40 WIB

Ketua Komisi II: Pilkada Langsung Baik untuk Demokrasi

Jika ada kekuarangan pilkada langsung maka aksesnya harus diperbaiki.

Zainuddin Amali
Foto: Republika/ Wihdan
Zainuddin Amali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali menilai pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dapat memberikan dampak baik bagi sistem demokrasi Indonesia. Karena itu, jika ada kekurangan maka aksesnya yang seharusnya diperbaiki dan bukan mengganti sistemnya.

"Saya meyakini bahwa pelaksanaan Pilkada langsung membuat demokrasi kita itu lebih baik, ketimbang dikembalikan lagi ke DPRD," kata Amali di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (11/4).

Dia mengatakan kalau ada yang mengkritik terkait biaya pilkada langsung, banyak poin yang bisa dihilangkan. Dengan demikian, pelaksanaannya tidak menimbulkan biaya tinggi, tetapi bukan menghilangkan sistemnya.

Menurut dia, yang harus membenahi pelaksanaan pilkada langsung adalah partai politik, yaitu bagaimana memilih dan menghasilkan calon yang memiliki kemampuan memimpin, berkarakter kerakyatan dan punya konsistensi menjalankan program. "Lalu ada yang mengatakan pilkada langsung menyebabkan maraknya politik uang, memang siapa yang menjamin kalau pilkada melalui DPRD tidak ada politik uang," ujarnya.

Amali yang juga politikus Partai Golkar itu menilai pilkada langsung selama ini telah menghasilkan pemimpin yang baik dan memiliki kemampuan memimpin serta mengangkat potensi daerahnya. Pemimpin tersebut misalnya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Banyuwangi Azwar Anas dan Joko Widodo yang pernah menjadi Wali Kota Solo serta Gubernur DKI Jakarta.

Dia meyakini pilkada langsung yang bisa menjamin pelaksanaan demokrasi di negeri ini akan terlaksana dengan sebagaimana layaknya sebuah proses demokrasi. "Jadi menurut saya bukan permasalahan sistem pilkada yang salah. Ayo kita duduk, kita cari apanya atau terlalu mahal, namun bagaimana unsur-unsur biaya yang akan dikurangi," katanya.

Dia menekankan proses di internal parpol untuk memajukan seorang sebagai calon kepala daerah (cakada) harus ketat dan dilakukan sesuai kebutuhan. Dia menegaskan, cakada muncul bukan karena seorang bayar mahal lalu diusung sebagai cakada.

Amali menegaskan di internal Komisi II DPR saat ini tidak ada wacana untuk merevisi UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Komisi II sedang fokus membahas mengenai Peraturan KPU mengenai dana kampanye dan aturan kampanye Pemilu 2019. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement