REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Mahasiswa adalah calon-calon intelektual dalam menyikapi perbedaan. Perbedaan pendapat tersebut haruslah diutarakan dengan cara yang konstitutif seperti dalam kegiatan debat konstitusi yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Malang, pada Selasa (10/4) lalu.
Acara bertajuk "Seminar Nasional dan Pembukaan Kompetisi Debat Konstitusi Mahasiswa" yang diselenggarakan oleh MK bekerja sama dengan Fakultas Hukum UMM ini digelar di Aula GKB IV lantai 9 UMM. Wakil Rektor 1 Syamsul Arifin menyampaikan bahwa kegiatan debat konstitusi ini merupakan ajang latihan bagi mahasiswa untuk menggunakan argumen dan disampaikan serta menerima dengan baik.
"Wa jaadilhum billati hiya ahsan, bertukar fikiranlah kalian semua dengan baik, ilmiah, rasional dan objektif," pesannya kepada peserta debat, seperti dalam siaran persnya.
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi RI M. Guntur Hamzah, membuka acara debat konstitusi kali ini. Guntur menyampaikan bahwa acara ini merupakan debat tertinggi di kalangan mahasiswa.
"Debat konstitusi merupakan ajang kompetisi debat tertinggi yang mempertemukan mahasiswa hukum dari berbagai perguruan tinggi terbaik se-Indonesia,"ujarnya.
Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan seminar nasional dengan tema "Menakar Efektifitas Penyelenggaraan Pilkada Serentak: Demokrasi Lansung atau Demokrasi Partisipatif” yang diikuti oleh 24 perwakilan Perguruan Tinggi (PT) se-Indonesia tingkat regional timur baik negeri maupun swasta, dari Jawa Timur hingga Papua.
Debat Konstitusi yang digelar MK bekerja sama dengan UMM.
Mengawali seminar, Ketua MK Hamdan Zoelva menyampaikan bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat adalah salah satu mekanisme yang dianggap demokratis untuk memilih kepala daerah. “Pemilukada secara langsung ini memberikan partisipasi luas kepada rakyat untuk memilih langsung pemimpinnya, sehingga memberikan legitimasi kuat kepada kepala daerah,” ujar Hamdan yang juga menjabat Ketua Imum PP Syarikat Islam.
Menyambung Hamdan, Janedjri M. Gaffar selaku Staf Ahli Bidang Hukum dan HAM Kementerian Agama mengatakan bahwa hal yang penting dalam pemilihan kepala daerah adalah makna kedaulatan rakyat. Artinya rakyatlah yang menentukan siapa yang akan menjadi kepala daerahnya bukan ditentukan oleh DPRD.
Di akhir, Wakil Rektor III UMM Sidik Sunaryo menambahkan selain kedaulatan, ada hal lain yang penting diperhatikan dalam Pilkada. "Etika atau akhlaq menjadi hal yang penting dalam pemilihan kepala daerah," pungkasnya.