Selasa 10 Apr 2018 19:00 WIB

Menkes: Pemerintah Hati-Hati Cari Solusi Soal Dokter Terawan

IDI meminta Kemenkes memberikan penilaian terapi cuci otak untuk penyakit stroke.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Ratna Puspita
Menteri Kesehatan Nila Moeloek
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Menteri Kesehatan Nila Moeloek

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek mengatakan pemerintah sangat berhati-hati mencermati kasus dokter Terawan dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), termasuk juga dengan seksama menelaah solusinya. Langkah itu menyusul permintaan dari PB IDI agar Kemenkes memberikan penilaian terkait terapi cuci otak untuk penyakit stroke.

Nila mengatakan pemerintah fokus pada kebutuhan, manfaat, dan keselamatan pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.  “Dalam mencari solusi terbaik atas kasus ini, Kemenkes berpegang pada peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien yang mengutamakan kebutuhan, manfaat dan keselamatan pasien,” kata Nila melalui siaran pers yang diterima Republika, Selasa (10/4).

Nila menjelaskan prinsip kehati-hatian tersebut karena kasus ini berawal dari masalah etik yang berlaku internal profesi kedokteran. Namun kemudian, putusan etik itu berkembang menjadi perbincangan dan perhatian luas publik.

Metode terapi cuci otak melalui Digital Substraction Angiography (DSA) dengan obat heparin yang dilakukan oleh dr Terawan Agus Putranto sempat menjadi perdebatan. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) telah melayangkan surat keputusan sanksi etik kepada Dokter Terawan. 

Sanksi tersebut berupa pemecatan sementara selama 12 bulan dari keanggotaan IDI dan pencabutan rekomendasi izin praktik. Namun, PB IDI menunda melaksanakan rekomendasi putusan dari Majelis Kehormaran Etik Kedokteran IDI. 

PB IDI juga merekomendasikan penilaian terhadap terapi dengan metode Digital Substraction Angiography (DSA) dilakukan oleh Tim Health Technology Kementerian Kesehatan Rl. Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assestment/HTA) Kemenkes bertugas melakukan kajian dan penilaian teknologi kesehatan terkait program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN. 

Kajian dan penilaian oleh HTA Kemenkes terkait kendali mutu dan kendali biaya menghadapi universal health coverage (UHC). “Agar mendapatkan informasi yang lebih jelas, Kemenkes menunggu penjelasan lengkap secara resmi melalui surat atau secara langsung atas rekomendasi hasil rapat PB IDI tanggal 8 April 2018,” kata Nila.

Nila menegaskan Kemenkes bersama pemangku kepentingan terkait segera mencari solusi terbaik atas metode Digital Substraction Angiography (DSA) atau lebih dikenal dengan “cuci otak” (brain flushing) ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement