Sabtu 07 Apr 2018 12:17 WIB

Tokoh Perubahan Republika 2017: Sally Giovanny

Pasangan Sally-Ibnu pun memilih memulai bisnis mereka dengan berjualan kain kafan.

Pemilik BT Batik Trusmi, Sally Giovanny
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pemilik BT Batik Trusmi, Sally Giovanny

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Lilis Sri Handayani, Muhammad Hafil

Kecintaan pada dunia niaga sudah melekat pada diri Sally Giovanny sejak usia muda. Jiwa dagang dari sang ayah mengalir deras dalam tubuhnya. Saat teman-teman sebayanya sibuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan guru ataupun belajar menghadapi ujian, pemilik Trusmi Group itu malah asyik sibuk berjualan.

Baginya, pergi ke sekolah merupakan kesempatan untuk menjual jajanan kepada teman-temannya. Dengan keuntungan yang diperolehnya tersebut, dia jadi semakin jatuh cinta pada dunia dagang.

Tak hanya jajanan, perempuan kelahiran 1988 itu juga menjual berbagai aksesori, seperti tas, baju, dan sepatu, yang digemari teman-temannya. Otak dagangnya pun semakin terasah untuk terus melebarkan sayap bisnisnya. Dia akhirnya lebih fokus berjualan dibandingkan memikirkan pelajaran sekolah.

Untuk itu, selepas lulus SMA, Sally lebih berminat untuk terus berjualan dibandingkan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Apalagi, dia paham, biaya kuliah pasti akan memberatkan keuangan ibunya, yang merupakan //single parent// dan hanya berdagang sembako di pasar. Ditambah lagi, adik semata wayangnya juga masih membutuhkan biaya besar untuk sekolah.

Namun, Sally sadar, sebagai seorang perempuan, dia membutuhkan pendamping untuk mendukung langkahnya. Karena itu, dia memutuskan menikah setelah lulus SMA. Bukan dengan pria dewasa nan mapan, melainkan dengan teman sekolahnya, Ibnu Riyanto, yang juga sama-sama baru lulus SMA. Kala itu usia mereka sama-sama 17 tahun, dan sama-sama tak memiliki pengalaman hidup.

Banyak yang memandang pernikahan Sally-Ibnu dengan sebelah mata. Tak sedikit juga orang yang menilai pasangan itu hanya akan menjadi beban bagi keluarga karena menikah muda. Bahkan, ada pula yang memprediksi pernikahan mereka hanya akan seumur jagung. "Walau saya dan suami memutuskan untuk menikah di usia muda, tapi kami bertanggung jawab dengan keputusan kami," tutur pengusaha Muslimah itu.

Keindahan masa bulan madu setelah pernikahan pun tak diindahkan oleh pasangan Sally-Ibnu. Mereka lebih memilih tancap gas untuk memulai bisnis. Mereka ingin membuktikan, meski menikah di usia muda, tak akan membuat mereka menjadi benalu dalam keluarga. Mereka ingin hidup mandiri dan berkarya.

Pasangan Sally-Ibnu pun memilih memulai bisnis mereka dengan berjualan kain kafan. Alasannya sederhana, menjual kain kafan tidak rumit karena tak membutuhkan model dan motif apa pun. Hanya sehelai kain putih yang terbuat dari bahan mori.

"Pokoknya saya hanya lakukan apa yang bisa saya lakukan saat itu. Bisanya jual kain kafan, ya saya jual kain kafan," tutur ibu dari tiga anak tersebut.

Modal untuk berjualan kain kafan itu diperoleh dari amplop pernikahan mereka. Besarannya ada sekitar Rp 17 juta. Modal itu mereka gunakan untuk membeli kain kafan dan menjualnya kembali.

Namun, kenyataan memang tak selamanya sesuai dengan harapan. Bisnis kain kafan yang mereka jalankan ternyata jalan di tempat. Pasalnya, tidak setiap hari ada orang yang meninggal dan membutuhkan kain kafan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement