REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum KLHK) Rasio Ridho Sadi menyatakan, timnya kesulitan mendapatkan visual atas pipa penyalur minyak mentah yang patah dari Terminal Lawe-lawe ke Kilang Pertamina Balikpapan. "Kondisi di bawah laut itu pada kedalaman 25 meter cukup gelap," kata Ridho Sadi, di Balikpapan, Jumat (6/4).
Dirjen Gakkum Kementerian LHK menurunkan tim penyelam untuk melihat langsung kondisi pipa itu. Sebelumnya pada Sabtu 31/3 pipa patah di dasar laut pada kedalaman 25 meter itu, menyebabkan perairan Teluk Balikpapan dan sekitar Selat Makassar tercemar minyak mentah dan disusul kebakaran di tengah laut. Hingga Selasa (3/4) diketahui 5 orang tewas dari peristiwa kebakaran itu.
Tumpahan minyak juga diyakini menjadi satu penyebab tewas pesut (Orcaella brevirostris), hewan langka mamalia laut di Teluk Balikpapan, Ahad (1/4). Tumpahan minyak menyebar hingga mencapai luasan setara 13.000 hektare di darat. Minyak juga mengotori jaring nelayan dan kapal-kapal mereka.
Karena visibilitas yang rendah itu, menurut Dirjen Gakkum Kementerian LHK, pihaknya belum bisa memastikan penyebab pipa yang patah tersebut. "Kami belum bisa jawab itu," lanjut Ridho Sadi.
Ia juga menegaskan, pihaknya bekerja sama erat dengan kepolisian untuk mengungkapkan kasus ini. Sadi juga menegaskan juga menjadi perhatian utama dampak yang terjadi pada lingkungan, dalam hal ini Teluk Balikpapan yang memiliki ekosistem pohon-pohon bakau atau hutan mangrove, dan padang lamun, serta terumbu karang.
"Kami juga tengah mengawasi Pertamina mengenai kepatuhan mereka atas prosedur dan aturan yang sudah ditetapkan mengenai operasional pengiriman minyak mentah," kata Ridho. Sedangkan upaya pembersihan Teluk Balikpapan dan muara teluk di Selat Makassar terus dilangsungkan oleh Pertamina dan banyak elemen masyarakat.