REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sampai saat ini, pemerintah dinilai tidak tegas terkait peredaran minuman keras (miras) di Indonesia. Akibatnya, akhir-akhir ini, muncul kasus miras oplosan yang menewaskan puluhan warga Jakarta dan sekitarnya.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Prof KH Ma'ruf Amin pun prihatin dengan kondisi itu. Menurut dia, pemerintah atau pun kepolisian harus bertindak terkait dengan maraknya kasus miras tersebut. Karena, minuman haram tersebut bisa menimbulkan bahaya, sehingga harus dicegah sejak dini.
"Miras itu harus ditindak. Kalau miras oplosan itu tidak boleh diberi toleransi, bahaya itu harus dicegah," ujar Kiai Ma'ruf saat ditanya di Kantor MUI Pusat, Kamis (5/5).
Sekjen MUI Anwar Abbas menjelaskan, beberapa hari terakhir ini, banyak masyararakat yang meregang nyawa karena menenggak miras di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Ia pun menyayangkan pemerintah masih membiarkan masyarakat mengonsumsi miras, karena dilihat dari sisi manapun miras mudharatnya sangat besar.
"Karena atas alasan apapun mudharatnya minuman keras itu jauh lebih besar dari manfaatnya," ucapnya.
Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa lebih berani dan tegas dalam membuat keputusan untuk melindungi jiwa dan kesehatan rakyatnya. Jangan hanya karena alasan pertimbangan ekonomi dan bisnis serta kepentingan para pengusaha, kata dia, nyawa dari anak-anak bangsa kita melayang.
"Seharusnya kita sebagai bangsa yang beragama dan berfalsafahkan Pancasila melihat dan berpandangan bahwa nyawa dari anak-anak bangsa ini jauh lebih penting dari uang," kata Anwar.
Berdasarkan data yang dihimpun, kepolisian menyebut setidaknya ada 28 korban yang tewas akibat menenggak minuman keras oplosan jenis ginseng. Puluhan jiwa yang melayang karena miras opolosan tersebut tersebar di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Depok, dan Bekasi.
Jumlah tersebut secara rinci, yakni delapan orang tewas di Jakarta Selatan, 10 orang di Jakarta Timur, delapan orang di Depok, dan dua di Pondok Gede, Bekasi.