Kamis 05 Apr 2018 14:26 WIB

Ketua DPR Minta Kemenkes Turun Tangan Soal Dokter Terawan

Kemenkes perlu terlibat agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Bambang Soesatyo menyoroti pemberian sanksi terhadap Brigjen TNI dr Terawan Agus Putranto oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Bambang meminta Kementerian Kesehatan juga ikut terlibat dalam menengahi kasus Dr Terawan. 

Dia mengatakan Kemenkes perlu terlibat agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan dalam persoalan tersebut."Kemenkes harus melibatkan diri untuk melihat secara jernih agar ini tidak jadi polemik,” kata Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/4). 

Bambang mengatakan polemik ini tidak dapat dibiarkan karena tidak menguntungkan bagi masyarakat. Terutama, dia menambahkan, orang yang berharap banyak terhadap kesembuhan dan keahlian dr Terawan. 

Bambang juga mendorong sanksi untuk dr Terawan ditinjau kembali. “Dibicarakan kembali lebih dalam terutama kepada kesatuan di mana dr Terawan bernaung, yaitu TNI AD," ujar dia. 

Menurutnya, tinjauan harus segera dilakukan karena banyak pasien yang mengaku telah disembuhkan dengan metode yang digunakan dokter Terawan. Bahkan, masyarakat berpendapat metode tersebut justru dianggap terobosan dalam metode pengobatan. 

“Apakah sanksi yang dijatuhkan itu benar. Kan sanksi yang dijatuhkan kalau ada masyarakat yang dirugikan. Ternyata masyarakat dan seluruh pasien dokter Terawan tak ada yang dirugikan," kata Bambang.

Dr Terawan menerima sanksi karena metode modifikasi Digital Substraction Angiogram (DSA) atau pengobatan cuci otak. IDI menilai metode itu melanggar etika kedokteran. 

IDI menilai dr Terawan melakukan pelanggaran etika kedokteran. 

Laporan dugaan pelanggaran etik tersebut adalah terkait mengiklankan diri secara berlebihan dengan klaim tindakan untuk pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif). Terakhir, poin ketiga laporan etik itu adalah menarik bayaran dalam jumlah besar pada tindakan yang belum ada Evidence Based (EBM)-nya, serta menjanjikan kesembuhan kepada pasien setelah tindakan BW.

Dalam salinan putusan sidang MKEK, keputusan diambil pada 12 Februari 2018, dan ditandatangani lima majelis pemeriksa Kemahkamahan Etik MKEK. Mereka adalah Dr Broto Wasisto, Dr Anna Rozaliani, Prof Frans Santosa, Prof Rianto Setiabudi, dan Prof Lefrandt. 

Sanksi pemecatan yang diambil setelah sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI itu berlaku selama 12 bulan dari keanggotaan IDI sejak 26 Februari 2018-25 Februari 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement