REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto dinilai tengah meniru jurus yang digunakan Presiden AS Donald Trump untuk memenangkan pemilihan presiden (pilpres). Yakni, dengan cara menebar ketakutan dan pesimisme.
"Pak Prabowo saya lihat sedang menjalankan strategi Donald Trump pada 2016 dalam pilpres AS," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari di Jakarta, Selasa (3/4).
Qodari menilai Prabowo mencoba menyampaikan rasa takut seperti Trump menebar ketakutan AS di bawah ancaman asing, seperti tenaga migran dari Meksiko dan ancaman Islam. Pesimisme dan ketakutan berhasil merasuk pada rakyat AS sehingga memilih Trump.
Jika ketakutan dan pesimisme dikembangkan serta dapat memperngaruhi masyarakat Indonesia juga, maka muncul kecenderungan memilih Prabowo. "Jadi kalau ketakutan dan pesimisme ini dikembangkan dan kemudian mempengaruhi mayoritas masyarakat Indonesia, maka kecenderungannya akan memilih Prabowo, bukan memilih Jokowi," tutur Qodari.
Pesan-pesan yang disampaikan Prabowo selama ini, kata dia, dapat diterjemahkan sekarang dan ke depan kondisi tidak akan baik kalau bukan Prabowo yang menjadi pemimpin. Meskipun terdapat perbedaan antara AS dan Indonesia, situasi dan kondisi dinilai agak mirip dari penggunaan media sosial di Indonesia yang besar seperti di AS sehingga dapat menjadi alat penebar isu yang membawa ketakutan.
Namun, Qodari menilai politik ketakutan belum diketahui efektivitasnya di Indonesia, apalagi strategi tersebut baru digunakan Prabowo akhir-akhir ini. Selain politik ketakutan, strategi Donald Trump adalah mempertentangkan kalangan bawah dengan kalangan atas, yakni persoalan kesenjangan.
"Saya belum mengatakan itu akan efektif atau tidak, untuk pastinya harus lihat perkembangan opini publik dan surveinya, karena Prabowo baru saja meluncurkan jurus ini," kata dia.