REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Kehadiran toko modern di Tanah Air memiliki dampak positif serta negatif sekaligus. Di satu sisi, kehadirannya mampu memberikan kemudahan bagi masyarakat, namun di sisi lain kehadirannya dinilai merugikan pasar tradisional. Hal itupun terjadi di Kabupaten Bantul, sehingga kehadirannya perlu diatur melalui Peraturan Daerah (Perda).
Regulasi itu dituangkan dalam Perda no 17 tahun 2012 tentang pengelolaan pasar. Beberapa waktu lalu, Perda itu berubah status menjadi Rancangan Perda (Raperda) karena terdapat beberapa poin yang harus disesuikan. Anggota Komisi B DPRD Bantul, Setiya mengatakan isi dalam Raperda itu tidak ada perubahan atau masih sama seperti pembahasan terakhir oleh Panitia Khusus (Pansus).
"Perda sepertinya akan disahkan dalam waktu dekat," ujar Setiya kepada Republika.co.id, Selasa (3/4). Menurutnya, dalam pembahasan Raperda itu, terdapat beberapa pertimbangan yang disoroti dalam penentuan regulasi tentang toko modern.
Hal pertama adalah tentang keberpihakan Pemerintah Daerah (Pemda) kepada pasar tradisional. Kemudian yang kedua, lanjut Setiya, perlunya kebijakan yang adil terkait kebutuhan pasar tradisional dan kebutuhan toko modern.
Di satu sisi, ia mengakui masih maraknya toko modern di Bantul yang belum mengantongi izin usaha toko modern (IUTM). Oleh karena itu, ia mendorong agar ada langkah strategis dalam menyelesaikan persoalan itu. "Perlu ada pendekatan agar para pengusaha toko modern dapat diminta untuk segera mengurus IUTM," kata dia.
Apalagi, lanjutnya, pengurusan IUTM sama sekali tak dikenai biaya sehingga tak akan menyulitkan pengusaha toko modern. Kecuali, untuk supermarket dan hypermarket harus dilengkapi dengan dokumen yang lebih lengkap dan diperlukan biaya pengurusan yang cukup besar.